-----------------
Faktanya, baik si pemuda mau pun si anak perempuan tidak pernah sekali pun bersalaman langsung untuk berkenalan. Mereka mengetahui nama masing-masing saat melihat pengumuman daftar murid di ruang akademis, mengenali bahwa si pemuda adalah ketua kelas, dan si gadis adalah sekertaris.
Sebatas itu.
-----------------
"Ini—berkas-berkas yang harus di cek," Ken menggulirkan matanya, menatap Ito-san begitu gadis Bara itu meletakkan setumpuk arsip-arsip di atas meja dengan kasar. Tidak ada intonasi ramah dalam ucapannya dan entah karena sudah terbiasa, Ken memilih untuk mengabaikannya. "—aku enggak pernah ngerti kenapa sih kamu yang jadi ketua? Sudah gendut, jenggotan, gondrong pula. Apa bagusnya sih? Kayaknya ya, orang-orang di sekolah ini tuh butuh kacamata kuda." cicit si Bara,
ngedumel.
Pemuda itu memilih untuk diam, mengambil satu persatu arsip yang dibawakan oleh Ito dan mengeceknya dengan teliti. Meski tidak berkomentar, telinganya tetap mendengarkan apa yang diucapkan oleh gadis di sampingnya itu. "Kalau dipikir-pikir, sejak masuk sekolah dulu, aku sama sekali nggak pernah lihat anak laki-laki yang benar-benar baik." komentar Ito keras-keras. "Soalnya ya, aku juga nggak pernah ngerti sama yang namanya anak laki-laki," lanjutnya dengan tampang datar. "Cowok jaman sekarang kurang punya sopan santun." Berpikir sebentar. "Dan mesum," tandasnya dengan cepat. "Dan jahat," tambahnya lagi. "Dan bego."
Tidak ada jawaban dari Ken, dia masih sibuk dengan arsip-arsip yang dibawakan oleh Ito. Merasa kesal, gadis itu memukul lengan si pemuda keras-keras berupaya untuk menarik perhatiannya. Dan tentu saja usahanya berhasil, Ken mengaduh dan mengangkat wajahnya, menatap Ito dengan tampang datar. "Kau masuk ke jajaran '
anak laki-laki yang baik' gak?" tiba-tiba dia bertanya.
"Harus aku jawab?"
Ito langsung mencibir. "Punya mulut kan?"
Kembali menatap arsip di tangannya, Ken mengabaikan teman satu angkatannya itu lagi. Tapi tidak bertahan lama karena pada akhirnya, Kitamura sulung itu membuka mulutnya; menjawab pertanyaan Ito. "Aku menghormati perempuan," jeda sebentar. "itu termasuk baik?" tanyanya tanpa mengalihkan pandangan dari deretan tulisan di kertas yang tengah ia pegang.
Ito terdiam. "...kau menghormatiku, got?" tanyanya.
"Menurutmu?"
"Nggak mungkin deh"
"Kenapa?"
"Soalnya kau jenggotan."
-----------------
Fakta lainnya adalah, kelas Character Building merupakan kelas yang tidak akan pernah Tao lupakan.
Alasannya sederhana, karena di kelas itulah, tanpa sepengetahuan si pemuda, gadis berambut hitam ini untuk pertama kalinya tertarik padanya.
Dia terkesima, Kitamura ternyata bisa tampil semacho itu.
-----------------
Sejak menjabat sebagai ketua Himawari Seitokai, Ken secara tidak langsung memiliki tempat favorit baru baginya untuk mengurung diri, atau lebih tepatnya menjauhi diri dari keramaian yang menurutnya pribadi kadang malah merepotkannya. Ruangan itu tentunya adalah Kantor Sekretariat Himawari Seitokai. Dan karena Kitamura sulung ini menjabat sebagai ketua, maka dia adalah salah seorang yang memegang kunci ruangan ini. Karena keuntungan ini lah, Ken yang hari ini merasa sangat jenuh memilih untuk menyendiri di tempat ini.
Tapi dia lupa, jajaran Himawari Seitokai pun pastilah memiliki kunci yang sama dengannya.
Ketika pintu ruangan di buka, pandangannya langsung menyambut sebuah ruangan yang tidak terlalu terang. Sumber cahaya berasal dari jendela yang menunjukkan pemandangan sore hari di musim dingin. Tapi meski pun tidak terlalu terang, Ken masih bisa melihat sekelilingnya—dan tertegun lama begitu menangkap sosok Tao Ito tengah sibuk dengan barang-barang yang berserakan di atas meja panjang. Tangannya cekatan membereskan banyak barang meski mulutnya tak kunjung berhenti mengoceh. "He—"
"—
WAAAAA!!!" gadis itu memekik kaget saat dia melihat Ken berdiri di hadapannya. Pemuda itu tentu saja kaget, tapi ekpresi kagetnya hilang dalam sekejap. "Ka—kamu ngapain di sini sih?! Sejak kapan kamu berdiri di situ?! Kayak setan aja." Ito membentaknya, tapi Ken tidak menggubris ucapannya sama sekali. Matanya tertuju pada sekertaris Himawari Seitokai itu, memperhatikannya. "Apa liat-liat?!"
"Kenapa kau selalu membereskan semua ini?" pertanyaan yang sedari tadi terlintas di benaknya itu akhirnya terucap meski ekspresi Ken masih datar seperti biasa. Ito langsung mengernyit, "kau pikir siapa lagi yang mau membereskan semua ini? Setan?" dia berucap sambil lalu, tangannya sibuk memeluk berkas-berkas yang menumpuk yang lalu di tatanya di tempat seharusnya berkas itu di simpan. Ken masih terus memperhatikannya, mendengus geli dan tersenyum. "Kenapa senyum-senyum?"
"Tidak," menggeleng pelan, Ken berusaha meyakinkan. "tidak apa-apa." lanjutnya meyakinkan. Meski pun suaranya terdengar sangat yakin, Ito menatapnya lama dan Ken tidak mengerti kenapa. "Ada yang aneh denganku?" akhirnya dia bertanya lagi sembari menarik salah satu kursi dan duduk nyaman di atasnya. Dia membalas tatapan Ito, masih dengan wajah minim ekspresi.
"Aku masih enggak ngerti," tutur Ito masih menatap Ken. "Kau ini gendut, jenggotan, gondrong, tapi kenapa cewek-cewek bego itu lebay banget jejeritan atau ngikik tiap kali kamu ngomong di depan? Berasa kena histeria gila. Kalau ada gadis yang menahan nafas sampai mati, kau patut di hukum."
Tidak bisa dipungkiri memang, sejak menginjak kelas sembilan, Ken sering kali mendengar murid-murid perempuan berseru histeris dibelakangnya, entah itu teman seangkatan, adik kelas, atau senior sekali pun. Acchan juga sering bercerita tentang teman-temannya yang juga berpendapat sama. Anehnya, dulu Ken tidak menggubris itu sama sekali, tapi begitu ucapan yang sama terlontar dari bibir Ito, Ken tersenyum. "
Cemburu?" tanya Ken pada akhirnya, sekedar iseng.
"Hahahaha—
ya kali!" Gadis itu membuang muka dan kembali sibuk dengan berkas-berkas di pelukannya. Lalu keheningan kembali terjadi di ruangan kecil itu, membiarkan kedua murid Ryokubita sibuk dengan pikirannya masing-masing. Akan tetapi, tidak lama setelahnya, Ito mendengus puas, membereskan barang-barangnya dan berpamitan pada Ken secara tidak langsung. "Yuk ah mari." sahutnya sembari melangkah keluar ruangan.
Begitu sosok Ito tak lagi terlihat di sekelilingnya, Ken tersenyum. "
Terima kasih."
-----------------
Sebenarnya, Yoshitsugu memiliki kriteria tersendiri tentang wanita yang pantas untuk mendampinginya suatu hari nanti. Kriteria-nya sederhana, yakni wanita itu harus memiliki sifat lembut dan keibuan yang kentara, yang jauh dari celoteh serta tuntutan macam-macam. Tidak berisik dan tidak menyusahkan.
Dan faktanya, Tao Ito adalah gadis yang jauh dari kriteria itu.
Tapi tanpa sepengetahuan si gadis, dia adalah pengecualian,
-----------------