<body>
First Night
Rabu, 04 April 2012 @4/04/2012 08:59:00 PM




Disclaimer :
  • Ryokushoku o Obita punya para tuyul bersaudara.
  • Semua karakter yang disebutkan adalah kepunyaan PMnya masing-masing.
Again, Fanfiction Challenge !! Challenge dari PM Tao Ito langsung yang dengan super ajaibnya ngasih gue topik 'malam pertama' dan sayangnya di otak gue (dan mungkin otak Tao) bakal berujung lawak. Alhasil, jadilah ini FF lawak. Tapi sayangnya, mungkin gue gak berbakat lawak lewat tulisan jadi ga begitu lucu-lucu amat, apalagi menarik. Ya, seenggaknya, gambaran kalau someday mereka berdua diharuskan satu kamar, mungkin seperti ini.

Seperti biasa, gue tekanin kalau semua yang terjadi tidak ada sangkut paut dengan plot chara yang terlibat. alias murni fanfiction. Terakhir, timeline liburan musim panas 2010, usia 22 untuk Tao dan 21 untuk Ken (karena belum masuk november, deshou?) akhir kata, enjoy











“Jadi, kau tidak mau pulang?”

Gadis itu menggeleng, memeluk bantal berwarna biru erat-erat dengan pipi sedikit menggembung. Manik hitamnya terus tertuju pada pemuda di hadapannya, menatap dengan mata berkaca-kaca seolah mampu meluluhkan hati teman seangkatannya itu—atau sekarang sebutlah kekasih—agar mau mempersilahkannya menginap di kamarnya. “Jadi hanya karena ayahmu tidak mau membelikanmu boneka hello kitty, kau kabur dari rumah?” Tao Ito mengangguk cepat meski masih dengan wajah kesal. “Jadi karena aku menyewa kamar di sini, dan karena kita—aku, adalah pacarmu, kau mau tidur di sini?” gadis itu mengangguk-ngangguk lagi, masih menatap Yoshitsugu Kitamura dengan memelas.

Untuk beberapa saat, mereka hanya saling pandang.

Dan sedetik kemudian, pintu kamar di tutup dengan keras.

“Dasar gila—”

—Brak. 



FIRST NIGHT
Yoshitsugu Kitamura – Tao Ito
Summer, 2010




“AKU INGIN BEGINI, AKU INGIN BEGITU, INGIN INI, INGIN ITU, BANYAK SEKALI~”

Ken menghela nafas panjang entah untuk keberapa kali begitu telinganya menangkap suara nyaring gadis Bara yang berada di depan kamarnya. Bernyanyi-nyanyi dengan sangat lantang, dengan suara cempreng yang sejujurnya saja membuat telinganya sakit. Kedua tangannya secara refleks mengangkat bantal berwarna putih yang langsung dibenamkannya ke atas kepala guna menutup telinganya. Tapi bukannya membuat lebih baik, Ken malah merasa sesak sendiri.

Kalau kau memperhatikan gerakan mulutnya, pastilah jelas terlihat bahwa Ken tengah mengeluh tanpa suara, mulutnya bergerak-gerak melontarkan sederet kalimat keluhan yang sesekali hanya sekedar memeringis sebal. Semakin lama, suara Tao Ito malah sengaja di buat lebih keras—tentu, sebagai penghuni kamar kost, Ken meski bisa di bilang tidak terlalu peduli, kali ini jelas merasa tidak enak hati dengan penghuni kamar yang lain. Tidak bisa dibayangkan apa yang terjadi besok kalau-kalau Tao terus menerus seperti ini.

Menengadahkan kepalanya, Ken menatap jam dinding dan melengos lemas.

Setengah sebelas malam.

“—DAPAT DIKABULKAN DENGAN KANTONG AJAIIIBB~~”

Menyerah, Ken dengan malas mulai berjalan ke arah pintu dan membukanya—menatap gadis berambut hitam panjang yang tengah berjongkok di depan kamar, memeluk bantal biru, dan masih terus bernyanyi-nyanyi. Tapi nyanyiannya berhenti begitu melihat Ken berdiri tegak di hadapannya. Dia manyun. “Boleh?” tanya Tao masih dengan suara manja. Pemuda Sakura ini hanya menghela nafas dan mundur selangkah; mempersilahkan Tao masuk ke dalam kamarnya.

Tanpa di suruh dua kali, Tao pun memasuki kamar Ken dengan cepat, nyengir lebar.

“Kamarmu bau rokok—udah dibilangin buka jendela kalau mau ngerokok!” ujar gadis Bara itu secara refleks. Ken yang masih berdiri di ambang pintu hanya bisa melengos, menutup pintu kamarnya perlahan lalu kembali ke kasurnya, merogoh sakunya terlebih dahulu dan mengambil sepuntung rokok Marlboro Light Mentol sampai akhirnya dia duduk bersandar di atas kasur.

Seperti biasa, asap nikotin seolah menjadi pengganti pengharum ruangan di kamar ini.

“Matiin dong,” Ujar Tao cepat. Ken langsung menoleh, ekspresinya sedikit terkejut dengan apa yang barusan dia dengar, “Aku kan tidur di sini sekarang, aku gak mau ada asap rokok,” Tao mengulang ucapannya, tidak peduli dengan reaksi dari pemuda Sakura di hadapannya itu. “Nanti kalau aku sakit, gimana?”

Ken mendengus, kalau itu terjadi, dengan senang hati akan dia tendang Tao ke dokter.

Dari pada mendengar keluhan yang semakin merembet panjang, Ken mengalah. Dia mematikan rokoknya; mendengus sebal. Matanya melirik ke samping, memperhatikan Tao yang tengah membereskan ini dan itu, merapihkan segala macam barang-barangnya yang memang berantakan. Lalu, seolah tidak mau ambil pusing, Ken memutuskan untuk menghempaskan tubuhnya di atas kasur empuk dengan mata terpejam secara perlahan, berharap bisa tidur lebih cepat dari biasanya. Tapi sayangnya, telinganya masih mendengar suara grasak-grusuk dan celotehan—lalu mendadak hening.

Alisnya mau tidak mau saling bertautan: kok sepi?

Membuka matanya dan menoleh ke arah kiri, Sakura muda ini jelas penasaran, mewanti-wanti kalau-kalau gadis Bara itu kenapa-kenapa. Tapi dia justru terkejut, memekik kaget dan menggeser tubuhnya mundur secara spontan sampai tak sengaja membenturkan kepalanya ke tembok—terdengar suara ‘dug’ nyaring di susul rintihan kecil dari bibir Ken. “Itte…”

Tao Ito yang entah sejak kapan sudah tidur tepat di sebelahnya, dengan raut wajah tanpa berdosa malah terkikik geli, gemas dengan tingkah pemuda itu. “Ih, ekspresi kagetmu lucu,” katanya polos, “kepalanya tadi kejeduk? Sakit ga?” dia langsung memeluk Ken erat. “Aku sembuhin pake cintaku ya?”

Refleks, Ken mendorong tubuh Tao.

“Aku bisa melakukan hal yang macam-macam, baka. Jauh-jauh,” ancam Ken sambil duduk tegak, mengusap-usap kepalanya yang masih terasa nyeri. Dia mendengar Tao terkikik lagi, “Aku mau kok di-macam-macam-in sama kamu~” katanya cepat. Ken membeku sejenak, lalu memeringis jijik dengan apa yang barusan dia dengar. Terlebih lagi, gadis itu sekarang juga duduk di sebelah Ken, memeluknya. “toh kita kan udah dewasa~”

Menghela nafas panjang, Kitamura sulung ini lagi-lagi melakukan hal yang monoton, mendorong tubuh Tao jauh-jauh darinya. Risih, dia memutuskan untuk turun dari kasur dan duduk di atas karpet merah, mengabaikan protes dari si Bara yang terus ngedumel. “Yoshi kok gitu sih?” Ken tidak menggubrisnya, dia malah sibuk dengan rokok yang sebelumnya dipaksa mati. “Yoshi memangnya tidak mau ‘macam-macam’ denganku?” Pura-pura tidak dengar.

“Yoshi—”

Lebih baik menikmati tembakau-nya saja.

“Yoshi—” Dan  menghisap rokoknya tanpa berkomentar apa-apa.

“Yoshi kau banci ya?”

“—UHUK!!”

“Atau jangan-jangan kau ini benar-benar pasangan homo si Takayama!?”

Seumur hidupnya sebagai perokok, selain sewaktu pertama kali mencoba, baru kali ini Ken terbatuk-batuk. “BAKA YAROU!” umpat Ken setelah batuknya reda. Dia langsung menjitak pelan kepala Tao dan berdiri, melangkah keluar kamar; menuju dapur untuk mengambil minum sekaligus botol air mineral untuk dibawanya ke kamar. Tenggorokkannya terasa sangat kering padahal seperti biasa, dia jarang berbicara.

Dan begitu dia kembali ke kamar, Ken mendapati Tao masih dengan posisi yang sama—tapi pandangannya lebih tertuju pada karpet tempat dia duduk sebelumnya, memperhatikan dengan teliti karena sepertinya ada yang hilang. “Dimana?”

“Apa yang dimana?”

“Jangan pura-pura tidak tahu—kau sembunyikan dimana Marlboro-ku?”

“Aku enggak nyembunyiin rokokmu,”

“Bohong.”

“Benar kok! Aku enggak nyembunyiin, Yoshi. Aku buang.”

“A—“

“Habis, kalau enggak aku buang, kamu pasti milih ngerokok padahal aku kan ada di sini,” Tao berujar cepat, jelas tidak mau mendengar komentar Ken. “Aku kan mau sama kamu…” lanjutnya dengan suara pelan. Dia meringkuk sambil manyun. “Padahal aku kira, dengan aku di sini aku bisa ngelupain kejadian tadi di rumah—seenggaknya kamu bisa menghiburku yang lagi sedih karena di marahin Ayah, tapi kamu malah bersikap dingin,” berpikir sebentar “Aku tahu kok, sekali pun kamu jenggotan, muka boros, jahat, bau, kamu punya hati yang baik.”

Ada beberapa rahasia Ken yang tidak pernah diketahui oleh banyak orang, yang sebenarnya hanya diketahui oleh orang-orang yang memang mengenalnya seperti kedua orang tuanya, atau adik perempuannya. Sialnya, selain ketiga orang itu, sejak statusnya menjadi kekasih Tao Ito, jelaslah gadis itu perlahan-lahan mulai tahu—mulai menyadari bahwa Kitamura sulung ini adalah orang yang tidak tega, yang akan melakukan apa saja demi membahagiakan orang-orang yang menyayanginya.

Dan Tao tahu, dengan bersikap seperti ini, Ken akan luluh.

Benar saja, Kitamura sulung itu menghela nafas panjang begitu mendengar keluhan Tao. Meski ogah-ogahan, pemuda itu duduk di samping Tao dan mengusap kepalanya dengan lembut sekali pun ekspresinya masih datar. Gadis itu terkikik senang. “Mau ‘macam-macam’ denganku, gak—” Ken menjitak kepala Tao. “—itte. Kenapa sih? Kita kan udah umur dua puluh dua!”

“Aku masih dua puluh satu.”

Tao manyun, mulutnya bergerak-gerak kecil mengumpat tanpa suara sekali pun dia juga merasa senang karena kepalanya masih di usap oleh Ken. “Yoshi…” Ken bergumam “Kita kayak pengantin baru ya?” Ken tidak berkomentar. “Nanti kalau kita nikah, kamarnya harus berwarna pink! Penuh sama Hello Kitty atau Minnie Mouse,” gadis itu menengadahkan kepalanya, menatap Ken dengan tangan kanan sibuk menepuk-nepuk kasur di sebelahnya, meminta pemuda itu untuk tidur di sampingnya. “Sini suamiku—”

“Aku bukan suamimu.”

“Sini, calon suamiku.”

“Sebaiknya kau cepat tidur sana.”

“Kamu gak tidur?” Ken menghendikkan bahunya sekilas, “Nanti tidur di sampingku ya.” Gadis itu memejamkan mata perlahan, dengan bibir membentuk lekukan kecil—tersenyum menikmati usapan dari pemuda di sampingnya. Ken tetap terdiam, menatap si Bara sambil menghela nafas panjang sesekali; memaklumi. “Tao,” Gadis itu bergumam. “Jangan mendengkur.”


—oOo— 


“Jadi semalam kau tidur di bawah?” Begitu Ken bangun, gadis Bara itu langsung melongok memandangnya dan membuat setidaknya dia berjengit kaget, membiarkan kepalanya lagi-lagi menghantam kayu tempat tidur sampai terdengar suara ‘dug’ nyaring. Ken mengusap-usap kepalanya secara refleks, mengeluh pelan menahan sakit. “Itte…”

“Kenapa?” tanya Tao yang tidak memperdulikan rintihan Ken. “Kau tidak menepati janjimu.”

“Janji apa?”

“Kan aku bilang, kalau mau tidur, kamu tidur di sampingku!”

“Aku menepatinya kok.”

“Terus kenapa kau di bawah?” Ken menatap Tao agak lama, memastikan bahwa gadis itu memang bertanya karena tidak tahu apa-apa. Jelas, Tao membalas tatapannya dengan angkuh seperti biasa. Setelah memastikan bahwa gadis itu memang tidak berpura-pura, Ken mendengus, duduk tegak dengan tangan tetap mengusap kepalanya, dia membuang muka. “Karena sepertinya aku tidur dengan anak beruang—”

“Hah? Gak ngerti.”

“—kau menendangku.”


—oOo—   

Label: , , , ,



+ Follow

▼▼▼
幸せはすぐそばにあります。
Happiness is just around the corner.
Previous // Next