Review Book : Danur, Novel by Risa Saraswati
Jumat, 11 Mei 2012
@5/11/2012 09:14:00 PM
'Danur'
adalah air yang keluar dari bangkai (mayat) yang sudah membusuk
 |
Novel by Risa Saraswati
(dokumentasi pribadi, 11 Mei 2012) |
"—disaat aku membutuhkan teman untuk bercerita dan menyelesaikan masalahku, mereka menghilang, tak peduli, dan mungkin menganggapku gila—"
Siapa sih yang ga kenal Risa Saraswati? Okelah, untuk beberapa alasan semua pasti mengenalnya sebagai seorang musisi ketimbang sebagai seorang penulis, gue juga sih sebenernya. Awalnya gue gak notice dengan nama itu, tapi pas gue inget-inget perasaan pernah denger dan—oh astaga, ini kan penyanyi juga kan ya? Gue baru tau kalau dia bikin novel. Well, seperti biasa, setelah dua jam lamanya gue ngebaca buku ini, gue mau nulis review. Kalau nanya berapa nilai yang gue ga bisa ngomong. Ini adalah cerita yang buat gue pribadi bener-bener kayak cermin yang ditunjukin ke gue tapi dari sisi yang ga pernah gue liat. Waktu baca sinopsis-nya sih jujur aja, gue 'tergelitik' untuk beli karena ini berbau hantu dan yang terlintas di otak gue pertama kali adalah 'Kyoshiro Kitazawa'—eh ya maaf saja, bagi gue Kyoshiro itu hidup, jadi kalau ada hal-hal yang bisa di bilang punya 'link' dengannya dalam bentuk apa pun, sebisa mungkin gue tau—meski faktanya, justru gue pribadi yang 'tergelitik' tentang buku ini bahkan ketohok beberapa kali. Sigh.
Pernah baca buku itu? Kalau pernah, mohon maaf kalau review yang gue tulis justru beda pendapat dengan kalian. Bisa jadi review gue dibilang bagus, atau malah bisa buruk. Namanya juga pandangan pribadi. Open your mind sajalah. Tapi kalau misalnya belum pada baca buku, sorry kalau gue ternyata malah berujung spoiler—atau kalau boleh saran, anggaplah sebagai 'berbau kepo' agar kalian bisa menikmati buku ini sepenuhnya karena udah baca tulisan gue hahahah.
Gue ulangin. Pertama kali gue liat buku ini, gue sama sekali ga tertarik. Overall cover bagus banget malah terkesan 'misterius' dengan gambar berwarna hitam di halaman awal. Apalagi dengan judul 'danur' yang bahkan gue aja sempet nanya ke temen gue 'danur artinya apaan sih?' tapi karena enggak ada yang jawab, pada akhirnya gue simpen lagi itu buku di atas tumpukan baru dan gue nyelonong nyari novel-novel lain. Tapi mungkin karena gue emang tertarik tapi gue ga nyadar, gue balik lagi ke tempat buku itu dan baca sinopsisnya. Lagi, gue langsung keingetan Kyoshiro karena temanya 'hantu' dan begitu gue baca-baca lagi, baru gue mikir ini emang bisa liat atau apa. Pas ada buku yang udah di buka, gue baca epilog-nya dan inilah permulaan kenapa gue bisa tertarik sama buku ini :
Seperti biasa; Bahasanya sungguh sangat sederhana. Enggak bertele-tele, simpel tapi ngena.
Gue masih ragu sebenernya waktu beli, entah kenapa gue ngerasa ada yang ngeganjel—semacam firasat 'kayaknya gue bakal nemu yang aneh-aneh nih di buku ini' karena dari sinopsis yang gue baca, diceritain bahwa Risa Saraswati sebagai tokoh utama (yang juga penulis) bisa melihat makhluk-makhluk tak kasat mata kayak gue. Gue tekanin : kayak gue. Tapi sekedar informasi, sebenernya udah lama gue menempatkan diri bahwa kehidupan gue dan kehidupan "mereka" itu beda makanya sebisa mungkin gue berusaha buat gak ganggu apa-apa. Keep calm aja kalau dalam bahasa gaul-nya. Tapi gue juga penasaran, sejauh ini yang bisa di bilang senasib sama gue orang-orang yang berpandangan sama kayak gue, yang emang jangan ikut campur dan sebagainya. Cuma, buku ini pandangannya lain, Risa memilih buat berteman dengan "mereka" alias pandangan dia dengan gue berbeda seratus delapan puluh derajat.
Begitu gue baca, gue langsung tenggelam dalam cerita-cerita Peter, Will, Hans, Hendrick, Janshen, dan Risa. Gue tenggelam dalam cerita persahabatan lima hantu dan satu gadis manusia, yang melewatkan hampir—gak dijelasin sih, pokoknya ampe si Risa usia 13 tahun—bertahun-tahun bersama. Ke sekolah sama-sama, ngobrol sama-sama, cerita ini dan itu. Gue tenggelam sama setiap 'kehidupan' kelima anak laki-laki Belanda itu. Tenggelam dalam cerita pilu mereka sekaligus memahami alasan mengapa mereka menjadi 'hantu gentayangan'. Dan secara gak langsung gue inget, dulu waktu kecil gue juga punya "temen" sampai SMA tapi setelah gue di cekokin ini dan itu, di ruqiyah, dan sebagainya, gue mulai nutup diri dari "temen" gue itu dan sekarang gue lupa. Maaf, bukan bermaksud melupakan, tapi ya itu, pandangan gue adalah 'kita berbeda'.
Gue baca cerita ini bener-bener setuju bahwa ngejalanin hidup kayak gini enggak gampang. Malah terbilang cukup rumit dengan usia yang rasanya belum mampu menghadapi serangkaian peristiwa tidak biasa. Lu ngeliat banyak hal yang sebenernya gak kepingin lu liat. Sekuat apa pun lu tutup mata, telinga, dan indera penciuman lu, lu tetep akan ngejalanin hal yang sama. Mereka itu ada, gue dan lu pasti percaya, tapi yang beda adalah lu hanya merasa, gue melihat secara nyata. Tapi perbedaan gue dan Risa juga kelihatan di sini, Risa dengan tulus ngebuka matanya dan merentangkan tangannya lebar-lebar buat menerima dan bersyukur segala apa yang dia punya (dalam arti kata bisa 'melihat') sedangkan gue tetap bersikeras untuk beranggapan bahwa 'kita beda'.
Dari buku ini, dari pengalaman Risa ini, gue ngebuka mata. Gue ke tohok banyak hal seperti "kenapa gue gak ngelakuin hal yang sama kaya dia ya?" atau "Dulu gue penakut banget ya, gak kayak Risa yang hebat banget bisa langsung nerima dan kuat ngendaliin emosi, bisa nahan diri, dan sebagainya?" Terus terang aja gue mikir begitu, karena dari tokoh Risa, gue seakan-akan di tampar bahwa selama ini gue melihat dari sebelah mata.
Di novel ini diceritakan banyak pengalaman-pengalaman baru, kisah-kisah baru yang selalu dipenuhi drama. Tentang alasan-alasan 'mereka' yang luar biasa menyentuh, membuat gue haru, membuat gue sedih bener-bener sedih, ngebuat gue buka mata bahwa hidup itu benar-benar berharga. Enggak cuma suguhan cerita Peter, William, Hans, Hendrick, dan Janshen aja, tapi juga ada cerita dari Samantha, Jane, Ardiah, Edwin, Teddy, Sarah, Elizabeth, Kasih yang bikin gue terharu, bikin gue mulai ngebuka mata bahwa setiap tindakan atau hasil pasti benar-benar memiliki alasan. Cerita-cerita yang diceritakan benar-benar alasan yang sebenarnya bahwa bukan keinginan 'mereka' untuk seperti itu. Bukan kemauan mereka untuk menjadi hantu. Mereka ke jebak dengan keinginan sebelum mati atau bisa jadi karena kesalahan mereka sebelum mati.
Menurut gue pribadi, buku ini sama sekali enggak ada bumbu-bumbu horor yang menyeramkan sampe bikin nangis atau apa. Buat gue justru buku ini adalah sebuah pelajaran yang langka bisa gue dapetin (dan mungkin elu juga) tentang apa itu kehidupan. Kalau pun ada yang nyeremin, iya, gue jujur aja ada, waktu bagian Risa udah mulai kuliah yang tiba-tiba di mobil-nya suka ada "mereka" yang ikut dengan Risa atau tentang kegalauan Risa yang coba buat "nutup mata" tapi malah berujung mengundang "mereka" serta wajah-wajah menyeramkan yang secara detail tapi simpel Risa gambarkan lewat tulisan. Dan kegelisahan Risa setiap kali ingin bercerita pada orang-orang tapi takut di kata gila adalah kegelisahan gue juga. Buat gue pribadi, gue tekenin, ini enggak serem, malah bener-bener 'pembelajaran' tapi buat yang penakut ya sebaiknya jangan.
Berikut adalah poin plus yang bisa gue simpulkan :
- Bahasa sederhana yang luar biasa simpel tapi kena. Gue jatuh cinta.
- Penceritaan si tokoh demi tokoh yang benar-benar bermain-main dengan emosi yang elu meski di kata sebagai Risa dalam buku lu bisa mendadak jadi Peter, terus Asih, terus Samantha, dan tokoh-tokoh lainnya dalam sekejap.
- Ide cerita yang menarik, sangat menarik, bahkan bisa di bilang 'menipu' karena di bilang horor.
- Luar biasa menyentuh di setiap-setiap kepingan ceritanya. Elu bakal banyak belajar dari cerita yang disajikan oleh Risa, luar biasa bikin lo bersyukur lo hidup dan bikin lo berpikir kalau mau bertindak/berbicara. Seperti misalnya jangan ngomong janji-janji kosong atau jangan sompral atau jangan nganggep sesuatu hal, meski tak kasat mata, dengan sebelah mata.
- Hidup itu Indah, dan Indah itu bisa dilakukan dengan cara bijaksana : bersyukur.
Gue ga bisa bilang ini buku bagus-sempurna, terus terang aja gue yakin buku ini juga ada jeleknya. Tapi karena gue ketohok luar biasa dan bener-bener tersentuh sama cerita-cerita setiap tokoh yang ada, gue ga bisa ngejelasin jeleknya apa. Itu silahkan elu pade aja ya yang nentuin jeleknya apa. Hahaha. Intinya gue suka novel ini, mengajarkan gue untuk melihat sesuatu hal tidak hanya dari sudut pandang gue tapi sebisa mungkin dari dua sudut alias bener-bener ngeliat dengan dua mata, tidak dengan sebelah mata. Gue belajar tentang kehidupan di sini, belajar tentang kehidupan benar-benar harus dijalani dengan rasa ikhlas dan pasrah (menerima) tanpa ada keluhan. Bener-bener harus berpikir sebelum bertindak, dan bener-bener percaya bahwa Tuhan punya jalan-Nya sendiri untuk kita.
Dunia itu ada, mereka itu ada, hanya tinggal bagaimana kita menyikapinya.
Review yang tidak membantu ya? Malah jadinya curhat? Hahahah sorry.
Label: Book, curhat, Novel, Real World, review