"Aku pasti pulang kok," katamu berkali-kali setiap kali kutanya kapan pulang. Aku bisa membayangkan, kau berkata seperti itu sambil tersenyum lembut, menenangkan. Bahkan, kalau saja kau ada dihadapanku, mungkin jemarimu yang terasa kasar namun sehangat matahari pagi, pasti tak luput membelai rambutku--menyelipkan beberapa helai rambut hitamku ke balik telinga, sembari menatap mataku dengan tatapan menenangkan yang aku sendiri tidak tahu dari mana datangnya. "Yang sabar, yah?" Lanjutnya, selalu.
Dan seperti bumi yang berputar, aku pun kembali menghela nafas, dan memang hanya bisa begitu--mengalah pada keadaan, sampai pada akhirnya anggukan kecil menjadi jawaban mutlak bagiku untuk menuruti perkataanmu. Kadang, kalau sudah begini, responmu ada dua: tersenyum, atau tertawa. Aku sendiri tidak pernah bisa menerka alasan di balik senyumanmu, apalagi tawamu. Apakah rasa kangenku ini tampak seperti stand up comedy yang "keadaan-sebenarnya-tapi-lucu" ? Atau malah terlihat seperti ungkapan anak kecil berusia lima tahun? Sesekali terbesit dipikiranku untuk bertanya padamu, tapi, ah, kau kan, memang begitu. Tak perlu kata-kata kiasan atau apa, kau cukup tersenyum, maka hatiku akan tenang. Begitu, kan?
"Tapi aku kangen..."
Senyum itu lagi.
"Aku juga..."
Hening.
"Aku tidak suka seperti ini. Kamu kan tahu, aku punya pengalaman buruk--sangat buruk, malah, tiga tahun!!--menjalani hubungan jarak jauh begini..." ucapku manja. Dan lihat! Kau hanya tersenyum!! "Kamu ga ngerasain, sih..." lagi-lagi, aku merajuk.
"I know, dear. Aku sangat tahu perasaan kamu, bahkan cerita menyebalkanmu itu," dia masih mempertahankan senyumnya, "tapi kan, aku beda? Aku bukan orang itu, aku bukan orang yang seperti itu--apa pernah aku enggak bales LINE kamu, sayang?" Kugelengkan kepalaku pelan, "enggak, kan? I'm here, my dear. Sekali pun kita jauh, aku dan kamu sama-sama berusaha buat ngejaga komunikasi, kan? Sama-sama ngejaga perasaan, kan? Sama-sama percaya, kan? Tanpa kita sadari, kita sama-sama ngelakuin hal yang sama, ngerasain yang sama, dan mengambil tindakan yang sama." Aku mendengus, jelas merasa kalah karena sikap manjaku seketika patah oleh argumen mutlaknya itu. "Lagian, cuma sebulan kok, dan bentar lagi juga aku pulang. Ga kerasa, kan? Jai kamu sabar yah..."
Aku mengangguk pelan.
"Malika," ku tatap mata cokelat yang terpampang di layar handphoneku--wajah Daniswara yang lembut seketika berhasil membuat rasa rinduku bergejolak semakin brutal. "I love you."
Label: curhat, Drabbles, J, love, Malika, Random; real world