<body>
Nobody Knows - Chapter 17
Minggu, 31 Januari 2016 @1/31/2016 03:29:00 AM



- Chapter 17 -






Katanya, ini cerita tentang kisah kelinci dan serigala.  
Di sebuah pemukiman yang dihuni oleh berbagai jenis hewan, tinggalah seekor kelinci dan serigala yang hidup bersebelahan. Kelinci itu sangat membenci serigala karena sang serigala adalah hewan yang jahat (“bukankah serigala memang jahat?” Shibasaki bertanya polos, dan Kazusa melotot marah—menyuruhnya diam). 
Tapi sebenarnya, bukan hanya karena serigala yang membuat kelinci itu kesal, tapi hewan-hewan yang lain entah kenapa tidak memandang serigala sebagai hewan yang berbahaya—padahal si kelinci sering kali mengingatkan kalau serigala memiliki taring yang mengerikan, kuku yang tajam, dan berbadan besar. Namun hewan-hewan lainnya tidak peduli dan malah membiarkan dirinya termakan oleh buaian serigala.  
Hingga suatu hari, si kelinci memutuskan untuk mendekati serigala. Dia berniat mencari tahu tentang serigala, bahkan kalau bisa mencari celah agar serigala itu pergi dari sini. Tapi setelah mendekatinya, kelinci itu tahu tentang kenyataannya—tentang serigala yang kesepian.  
Serigala itu ternyata membenci taringnya yang menakutkan. Dia juga tidak menyukai kukunya yang tajam. Dia bahkan tersiksa dengan tubuhnya yang besar. Seberusaha apapun serigala menutupi semua itu dengan kebaikan yang dia berikan, ternyata semua hewan masih takut kepadanya. Bahkan tidak sedikit yang bersikap licik dengan memanfaatkan kebaikan si serigala tapi masih juga membiarkannya sendirian.  
Seperti si kancil.  
Mendapati kenyataan itu, si kelinci berkata: “Jangan sedih, serigala! Mulai sekarang, kau punya aku yang akan selalu menemanimu! Kau tidak perlu menutupi semuanya! Kau tidak perlu membenci dirimu sendiri! Aku akan menerimamu apa adanya!”  
Mendengar ucapan kelinci, serigala langsung menangis dan berkata: “Tidak, kelinci. Nanti aku bisa melukaimu! Nanti aku bisa menyakitimu!”  
“Aku yakin kau tidak akan menyakitiku, wahai serigala, karena kau tahu rasanya disakiti itu tidak menyenangkan, maka kau pasti tidak akan menyakitiku karena kau baik hati! Kau tidak ingin hewan lain merasakan apa yang kau rasakan!”  
Serigala itu pun menangis, tersentuh dengan kebaikan si kelinci.  
“Jangan takut, serigala. Aku akan menemanimu.”  


—oOo—  


Rei tertegun.

Lama.

Tapi sedetik kemudian, dia tertawa ganjil—tidak tahu harus berkomentar apa. Si Kiku diliputi rasa ragu setelah mendengar cerita Araide; setengah logikanya berkata kalau serigala itu dirinya, sedangkan setengahnya lagi menyangkal habis-habisan. Jujur saja, sebenarnya Rei ingin mempercayai logikanya yang terakhir, tapi entah kenapa, logika pertamanya seolah menuntut untuk dipertanyakan.

“Serigala itu… aku?” tanya Rei pada akhirnya. Araide tidak menjawab—gadis itu hanya meliriknya sesekali dengan pipi yang merona kemerahan. “Astaga. Yang benar saja, Araide. Aku tidak semenyedihkan itu, tahu.” —Jeda— “Dan si kelinci harus ingat, kalau ada seekor hamster jantan yang dia sukai.”

“Kazuki Itou bukan hamster, bego!”

“Setidaknya dia kusebut jantan, tolol!”

“Bagus! Berbicara denganmu benar-benar berhasil membuat salju mencari dalam sekejap!” ucap Araide penuh emosi. Dia berdecak sambil melipat kedua tangannya di dada, dengan pipinya yang langsung menggelembung kesal. Rei menghela nafas, memandang Araide sekilas, lalu kembali menatap tumpukan salju di depannya.

“Kelinci yang hebat.” Si Bara menoleh, menuntut penjelasan dari ucapan Rei yang tiba-tiba. “Si kelinci itu hebat—bisa menilai dengan tepat tentang si serigala. Tentang kebohongannya. Tentang ketakutannya. Tentang perasaannya.” Rei tertegun, membiarkan jeda menyusup masuk ditengah-tengah obrolannya.  “Aku… baru saja ditolak oleh kouhai-mu. Dan kalau boleh jujur—sorry, sebenarnya aku disini bukan karena janjiku padamu, tapi karena janjiku padanya. Dan karena kebetulan—keadaan yang benar-benar sangat kebetulan, tempat yang dijanjikan olehnya sama denganmu.”

Araide terdiam.

Dia masih sabar menunggu ucapan Rei selanjutnya.

Tapi si Kiku tidak berkata apa-apa.



“Aku kangen.” kata Araide pelan.

Rei menoleh cepat—memandang Araide dengan tatapan menuntut penjelasan. Namun si Bara tampak gusar. Sesekali matanya melirik Reichi, lalu buru-buru membuang muka saat pandangan mereka bertemu. Dan perlu diingat bahwa Rei bukan orang yang cukup sabar menunggu penjelasan setelah ia meluangkan waktunya hanya untuk mendengarkan dongeng pengantar orang mati.


—oOo—  


“Araide?”

Kazusa langsung panik—bego banget.

Jujur, sebenarnya ucapan barusan hanya kalimat spontan yang terlontar begitu saja dari mulutnya. Meluncur tanpa tahu malu tapi sukses membuat Kazusa kebingungan. Sungguh, dia sendiri tidak tahu kangen untuk apa. Kangen Itou-senpai karena barusan disebut-sebut? Yeah, itu benar, tapi Kazusa cukup tahu diri kalau menjawab seperti itu di situasi seperti ini rasanya sama sekali tidak lucu.

Pikir, Kazusa! Pikir!!

“Yah—aku kangen hubungan kita—“

Apa? Kita?!

“—yang dulu, Shibasaki.”

Si Kiku tampak lega; pemuda itu menghela nafas panjang yang juga diikuti oleh Kazusa. Namun, meski pun jawaban yang Kazusa lontarkan barusan adalah jawaban yang paling aman yang bisa ia katakan, entah mengapa Kazusa tergelitik untuk menambahnya.

“Aku… kangen sama omongan-omonganmu yang menyebalkan. Aku kangen saat-saat kita sering kali bertengkar karena hal sepele. Aku kangen kau yang…” Kazusa terdiam sebentar, lalu memejamkan mata. “…yang perhatiannya hanya tertuju padaku.”

Tidak ada tanggapan.

Kazusa kembali membuka matanya; menatap Hakamadote Square yang kini berangsur-angsur sepi. “Sejak… kau sibuk dengan peri, atau hal-hal yang berhubungan dengan Aoyama-chan, kau jadi beda. Bahkan aku juga merasa, aku berbeda. Semacam… out of character. Hanya saja, aku tidak tahu apakah perubahan itu sesuatu yang bagus atau yang buruk. Tapi yang jelas, aku… tidak suka melihatmu sibuk dengan Aoyama-chan.”

Shibasaki membisu.

Begitu juga Kazusa.

Sampai pada akhirnya, Kazusa berkata:

"Aku..."

Jeda.

“Aku… cemburu, Rei.”


—oOo—  

Label: , , , , ,



+ Follow

▼▼▼
幸せはすぐそばにあります。
Happiness is just around the corner.
Previous // Next