Kenapa kamu selalu tertawa?
Kenapa juga kamu selalu menginginkan orang lain tertawa sedangkan sering kali kamu melupakan tawamu sendiri? Ya. Tawamu yang hampa. Yang kosong. Suram. Dan terpaksa. Jangan heran kalau sering kali orang bertanya: apakah kamu bahagia?
Sebab, kamu sering kali buta tentang siapa-siapa saja yang ternyata mengenalmu luar salam, yang sering kali kamu anggap mereka lupa, padahal mata, hati, dan telinga mereka selalu senantiasa untukmu, Malika.
"Menurutmu, aku yang buta?"
Malika bertanya dengan nada tersinggung. Ekspresi tidak sukanya terlihat kentara, seperti hendak mengibarkan bendera perang. Aku tertawa--gadis ini benar-benar senang membuat orang-orang disekitarnya tertawa, bahkan sampai rahang terasa sakit.
"Aku tidak berkata seperti itu."
"Tapi kurasa begitu."
Kugelengkan kepalaku pelan, sambil menghembuskan nafas perlahan mencari ketenangan. Malika ku sayang, Malika ku malang. "Begini. Kurasa, sikapmu itu baik, bahkan terlalu baik. Tapi apabila kau menganggap dirimu buta, maka kuperjelas bahwa kau hanya melihat dari sebelah mata. Kau enggan memandang realita, bahwa kenyataannya membuat orang lain bahagia itu memang bagus, namun apa yang kamu dapatkan belum tentu sama dengan apa yang kamu berikan. Bukankah kamu bilang, kamu adalah orang dengan penganut kepercayaan perbuatan timbal balik?"
Gadis itu mengernyit tak paham.
"Apakah orang yang kau buat bahagia, juga membuatmu bahagia?"
"... ada beberapa. Dan tidak selalu, sayangnya."
"Lalu, kenapa kamu tidak memilih untuk fokus membahagiakan orang yang membuatmu bahagia dari pada buang-buang waktu dan tenaga untuk mereka yang hanya ingin mampir bersua tapi lalu meninggalkanmu begitu saja?"
Malika berpikir keras. Lalu dengan kepalanya yang sekeras batu, sikapnya yang bebal, mentalnya yang kuat seperti baja, serta emosinya yang panas seperti bara, ia mendengus, menatapku dengan mata berair--menahan tangisnya sekuat tenaga.
"Karena faktanya, aku tak ingin orang lain seperti ku. Menangis sendirian, terasingkan, ditinggalkan, diabaikan, lalu perlahan hilang ditinggal kenangan."
Berpikir sebentar.
"Itu sakit, dan aku tak ingin ada yang merasakan sakit seperti apa yang kurasakan."
Gadis bodoh. Begitu pikirku.
"Dan kupikir, adil akan tiba pada waktunya."
Label: daily life, Malika, Random; real world