A untuk Amanda (Young Adult GPU)
Jumat, 01 April 2016
@4/01/2016 04:42:00 PM
Judul : A untuk Amanda
Pengarang : Annisa Ihsani
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : 2016
Dibaca : 30 Maret 2016
Rating : ★★★
Sinopsis:
Amanda punya satu masalah kecil: dia yakin bahwa dia tidak sepandai kesan yang ditampilkannya. Rapor yang semua berisi nilai A, dia yakini karena keberuntungan berpihak padanya. Tampaknya para guru hanya menanyakan pertanyaan yang kebetulan dia tahu jawabannya.
Namun tentunya, tidak mungkin ada orang yang bisa beruntung setiap saat, kan?
Setelah dipikir-pikir, sepertinya itu bukan masalah kecil. Apalagi mengingat hidupnya diisi dengan serangkaian perjanjian psikoterapi. Ketika pulang dengan resep antidepresan, Amanda tahu masalahnya lebih pelik daripada yang siap diakuinya. Di tengah kerumitan dengan pacar, keluarga, dan sekolahnya, Amanda harus menerima bahwa dia tidak bisa mendapatkan nilai A untuk segalanya.
Kapan terakhir kali saya menulis review/sinposis buku? 3 tahun yang lalu, tepat di tanggal Sabtu, 16 Februari 2013.
JRENG. Itu pun setelah saya lihat, sebenarnya bukan termasuk review hanya curcolan belaka seputar buku yang saya ulas (sekarang juga kemungkinan begitu wkwkwkw)(eaaaa). Anw, review kali ini dipersembahkan untuk
@kaanisa karena sudah mau mengajak saya ikut belajar mereview buku ;) Senang sekali bisa berkenalan dengan Kaanisa lewat GWP xixixi.
Back to book.
Pertama kali membaca sinopsis, sudah tergambar jelas 'inti' dari buku ini, dan sukses membuat saya tertarik juga—apalagi kalau bukan tema 'depresi' yang masih sangat jarang ditemukan dibuku-buku novel karya anak bangsa. Kenapa bisa saya terjemahkan sebagai sesuatu yang jarang? Well, karena kebanyakan (termasuk saya pribadi kalau menulis sebuah cerita) tema novel yang menyangkut paut kenyataan hidup abg sering kali berputar antara lelaki dan sosialmedia. Tapi buku ini merangkum dengan sangat rapi tentang depresi, perempuan feminis, agnostik, diselingi curhatan Amanda yang tentunya bisa dirasakan oleh setiap gadis remaja pada umumnya.
Itu adalah kelebihan dari buku ini yang paling kuat. Kelebihan kedua adalah alur dan plotnya. Dibuka dengan prolog mengenai Amanda yang tengah berjibaku dengan Dr. Eli, Amanda merasa perlu menceritakan latar belakang kenapa dirinya bisa berada di ruang praktik psikiater, lalu di bab-bab selanjutnya kita akan berkenalan dengan kehidupan Amanda yang serba sempurna sampai kembali lagi ke adegan dimana Amanda dan Dr. Eli bertemu. Belum lagi Annisa Ihsani mampu menyelipkan POV serta scene-scene yang membuat Amanda kebingungan (dari teman-temannya dan dirinya sendiri pula) sehingga mampu menguatkan kesan depresi pada kondisi Amanda.
Kelebihan ketiga adalah pengetahuan-pengetahuan yang digali Annisa Ihsani baik tentang ilmu fisika (yang rudet itu, astaga) mau pun ilmu psikologi. Kalau saya tidak membaca buku ini, saya tidak akan tahu bagaimana cara kita mengenali gejala depresi dan kelakuan-kelakuannya. Saya pun tidak akan tahu istilah-istilah Sindrom Penipu atau Impostor Syndrome dan juga Misoneism yakni ketakutan akan perubahan (secara pribadi mungkin saya mengidap ini). Terima kasih untuk selipan ilmunya!
Namun, terlepas dari kelebihan, pasti ada kekurangannya, kan?
Ihsani memang berhasil mengangkat tema dan ilmu-ilmu yang mungkin masih jarang diminati oleh kebanyakan orang. Namun, ia kurang berhasil mencoba mensejajari setting buku-nya dengan gaya penceritaan ala terjemahan di novel—kenapa dibilang kurang berhasil mensejajari setting buku-nya? Begini, kalau mbak Ihsani mengambil ala-ala terjemahan dengan area suburban di sebuah negara tropis x atau fiktif, menurut saya agak aneh ketika daerah-daerah penyokong lainnya masih menggunakan nama-nama khas Indonesia. Mungkin maksudnya sengaja di buat 'versi terjemahan' kali ya, tapi tetap saja ada kesan tersendiri (buat saya) yang membuat setting fiktif ini bercampur aduk sehingga tidak konsisten. Memang sih sebenarnya itu sah-sah saja, tapi ya gitu deh jadi aneh bacanya :p
Terus... uniknya, menurut saya pribadi, ada kemungkinan besar Ihsani sangat terinpirasi Harry Potter karya JK. Rowling (feeling saya sih dari cara ia menuliskan 'Prestasi yang Memuaskan' seperti ala-ala mata pelajaran di Hogwarts yang sudah di terjemahkan versi Indonesia) dan karya John Green yang berjudul The Fault in Our Stars dan Papper Towns :) Mengapa? Karena ada scene dimana Amanda memprediksi kejadian menjadi tiga kemungkinan—itu loh yang bagian a) blablabla, lalu b) blablabla, dan c) blablabla. Itu mengingatkan saya pada salah satu karya John Green. Heheheh.
"Tidak ada yang bisa berhasil sepanjang waktu. Di sisi lain, tidak ada yang bisa gagal dalam segala hal. Setiap orang punya jatah kesuksesan dan kegagalan."—Halaman 161.
Label: Book, Real World, review