<body>
Cepen : Kangen
Kamis, 01 Desember 2011 @12/01/2011 04:37:00 PM




Kangen.



“Semua kata rindumu semakin membuatku tak berdaya.
Menahan rasa ingin jumpa.”



Kangen.

Iya. Yang barusan itu lirik lagu dari Dewa 19 yang judulnya ‘kangen’, yang katanya, menurut kabar burung—atau lebih tepatnya adalah twitter, group band yang udah berdiri jaman kakakku kecil itu akhirnya dinyatakan bubar beberapa bulan yang lalu. Berita-berita di televisi pada saat itu menjadi sangat ramai. Infotaiment pun terus menerus mewawancarai personil Dewa satu persatu dan lain-lainnya. Ibu-ibu tetangga, bahkan ibuku sendiri juga kadang membicarakan itu, kadang juga ngomong sendiri di depan televisi sambil makan rujak dengan mulut terus menerus mencerocos ini dan itu. Sebetulnya, kalau boleh jujur aku sama sekali tidak terlalu peduli dengan band itu. Kasarnya sih, itu sama sekali bukan urusanku karena pada dasarnya aku memang bukan penggemar mereka, bukan pula orang yang selalu menjerit histeris “kyaaa” dengan lantang setiap kali melihat mereka baik di televisi, layar laptop, atau secara live. Jadi aku tidak bisa dikategorikan sebagai fans, atau zaman sekarang disebut Fangirling.

Tapi ada dua hal yang sebenarnya harus aku akui lepas dari fakta kalau aku memang tahu band Dewa 19 dari kecil. Yakni pertama, demi jajaran muka om-om yang pernah aku lihat dengan mata kepalaku sendiri, vokalis Dewa, yang namanya Once ternyata ganteng. Sumpah. Gantengnya udah enggak bisa aku jelasin lagi seperti apa. Pokoknya ganteng. Titik.

Kedua, lagu Dewa ternyata enak di dengar, plus lirik-liriknya enggak bertele-tele seperti lagu jaman sekarang. Simpel tapi kena. Dan apa karena semua ini aku disebut kuno? Ah, peduli amat, yang jelas aku memang sering mendengar lagunya belakangan ini, bahkan beberapa lagu Dewa lainnya juga sudah mulai masuk dalam playlist winamp atau iPod-ku.

Seperti hari-hari kemarin, dan kemarin-kemarinnya lagi, entah kenapa lagu Dewa terus berputar di kamarku seakan-akan sudah menjadi rutinitas baru. Setiap pulang dari kampus, mulai dari langkah pertama keluar sampai langkah terakhir tiba di rumah, dengan earphone menempel pada telinga lebih dari satu jam, dan dengan tangan terus bergerak mengutak-ngatik iPod dengan cepat, aku mencari-cari lagu Dewa, Dewa, dan selalu Dewa. Begitu judul lagu Kangen tertera pada layar kecil iPod-ku, aku langsung memutarnya dengan volume hampir mendekati maksimal. Aku tahu, sebenarnya memasang earphone di telinga lebih dari satu jam itu tidak baik, bahaya katanya. Namun untuk sekarang ini, semua itu sama sekali tidak aku pedulikan. Buatku, lebih bahaya lagi kalau aku tidak mendengar lagu Dewa ketimbang yang lainnya. Apa ini disebut kecanduan? Aku tidak peduli.

Meringkuk lunglai di atas kasur empuk berwarna jingga dengan tangan sibuk meraba-raba dan mengobrak-abrikkan meja belajar tepat di sebelah kanan tempat tidurku, aku mengambil sebuah amplop putih dengan surat kecil yang sudah lusuh. Mata sipitku secara refleks langsung terpaku pada tulisan tangan yang menurutku hampir menyerupai cakar ayam di sudut amplop, menelusuri tiap huruf dan kata yang tertera dengan seksama. “Kepada Malika.” Ujarku mengeja tulisan itu; menyebutkan namaku sendiri sambil terkikik.

Lucu ya. Di zaman modern seperti sekarang ini, yang namanya surat masih aja ada yang melakukannya, bahkan di tengah kota metropolitan seperti Jakarta. Padahal sekarang kan sudah ada handphone dengan fasilitas SMS, atau Blackberry Messenger, atau bisa juga lewat email, Facebook, Twitter, dan jejaring sosial lainnya. Tapi apalah daya, sang teman pena berada di tempat yang jauh dari jangkauan teknologi, bahkan bisa mendapatkan listrik pun kadang diragukan.

Surat itu pun aku buka dengan hati-hati dan membacanya secara perlahan tapi pasti. Dengan tinta berwarna hitam yang tidak terlalu tebal, di atas kertas putih polos itu tertera tulisan panjang, berirama, dan nyaris seperti puisi. “…jangan katakan cinta menambah beban rasa. Sudah, simpan saja sedihmu itu, kuakan datang—“

Pada awalnya, aku tidak tahu itu apa. Aku selalu mengira semua kalimat itu adalah pesan yang dia tulis sendiri, menjawab berpuluh-puluh surat yang aku kirim selama ini. Namun ternyata aku salah. Satu minggu yang lalu aku baru tahu kalau semua itu adalah lirik lagu Dewa 19.

Kangen.

Aku terdiam lama, tetap membaca semua lirik itu berkali-kali, menyamakannya dengan suara Once yang terngiang di telingaku. Perlahan, aku menggulirkan mataku pada baris terakhir yang terpisah jauh dari kalimat sebelumnya sambil mengukir senyum tipis. Sebuah lirik tambahan, kalimat pribadi, dan mungkin ini adalah isi surat sebenar-benarnya. “—dan aku pasti pulang.” sahutku mengakhiri surat singkat itu, tanpa ada kalimat tambahan, pesan singkat, atau tendeng aling-aling lainnya.

Seiring dengan habisnya lagu Dewa yang aku dengar, atau setelah lima menit lewat empat detik aku mendengar lagu Kangen, perlahan tubuhku bergerak, beranjak dari tempat tidur, dan berjalan santai ke arah jendela; menengadahkan kepala memandang awan putih yang menggantung di langit. Selama dua tahun, sembilan bulan, dan empat hari mengirim surat yang penuh keinginan, kata, kalimat, harapan, serta perasaan yang rutin aku sampaikan padanya secara berturut-turut hanya dijawab dengan lirik lagu? Dan harus menunggu lagi? Lucu. Harus sampai kapan?

Akan tetapi, kalau di pikir-pikir lagi, tidak ada salahnya juga menunggu lebih lama—maksudku, selama ini segala sesuatunya baik-baik saja meski terkadang aku egois juga sih berpikir yang aneh-aneh hanya karena dia tidak membalas suratku atau yang lainnya.

Menghela nafas berat dan menghembuskannya dengan pelan, aku memejamkan mata sambil terus menenangkan diri, meyakinkan diri bahwa menunggu lebih lama tidak akan jadi masalah. Perlahan aku membuka mataku, dan memandang langit sekali lagi; membayangkan seolah-olah angin dapat membawa pesan singkatku meski hanya satu kalimat.

“Pasti pulang kan, Theo?”

kangen.



“Percayalah padaku, aku pun rindu kamu.
Ku akan pulang,
Melepas semua kerinduan yang terpendam”







Di buat untuk memenuhi tugas cerpen, yang sebenernya dibikin tengah malem cuma karena baru inget ada tugas kuliah (mahasiswa badung)(dibuang). Terus karena tau-tau winamp muter lagu Dewa terus menerus, akhirnya diambil dari lagu Dewa 19 – Kangen: Kerajaan Cinta, tahun 2007. Abal, iya maaf aja ya.

Label: , , , , , ,



+ Follow

▼▼▼
幸せはすぐそばにあります。
Happiness is just around the corner.
Previous // Next