Ceritanya ...
Sabtu, 19 Mei 2012
@5/19/2012 03:58:00 AM
Ini cerita tentangku waktu kecil.
Rumah keluarga Ibuku adalah rumah yang bisa di bilang masih dengan arsitektur Belanda meski tidak terlihat seperti rumah Belanda juga. Apa ya, aku tidak beranggapan itu rumah Belanda sih, tapi kalau rumah-rumah jaman dulu kan memang rata-rata model Belanda-Belanda gitu, kan? Ya, pokoknya rumah jaman dulu lah. Dan karena rumah ini sudah terhitung tua, katanya dari jaman Njid (kakek) kecil, rumah ini termasuk luas sekali. Iya sih, buatku juga luas. Halamannya bisa dimasuki sekitar tiga mobil (berjejer kok, dan enggak ada taman). Belum termasuk garasi. Ada pohon mangga besar di sebelah kanan, dan di sebelah kanan rumah juga ada semacam taman kecil-kecilan yang ada banyak tanaman yang menjadi kesukaan Ayah (dan dari taman itu juga bisa langsung masuk ke kamar pamanku yang dokter). Sedangkan di sebelah kiri rumah adalah garasi yang garasi itu sendiri bisa masuk dua mobil jeep. Di dalam garasi bisa langsung masuk ke pekarangan rumah di belakang (dan ada pohon mangga lagi~).
Rumah keluarga Ibuku adalah rumah ciri khas orang-orang Arab dulunya. Orang Arab dikenal sangat welcome-ing sekali dan terbuka dan sederhana. Jadi yang namanya ruang makan, ruang tamu, ruang keluarga itu enggak ada alias satu ruangan dijadiin satu. Tapi sejak Ibu dan saudara-saudaranya tumbuh besar, hal itu menjadi semacam penganggu sehingga akhirnya di buat dinding pembatas antara ruang tamu, ruang keluarga, dan ruang makan. Di sebelah ruang keluarga ada dua kamar besar sekali. Satu milik adiknya Mamah dan satu lagi milik kamar Njid sama Jiddah (Kakek sama Nenek) yang kini sering digunakan untuk kamar tamu (biasanya yang boleh tidur di situ ya Kakaknya Mamah atau Mamah) yang dari luar kota. Sedangkan di area ruang makan, hanya ada satu kamar (dua sih, di kiri satu dan di kanan satu) dan ukurannya setengah dari dua kamar di ruang tengah. Bukan bermaksud sombong atau apa, tapi memang baru area itu saja rumah Nenekku terhitung besar.
Keluar dari ruang tamu, ada pekarangan di belakang. Di situ ada kamar lagi, satu, tempat tidur Mamaku dulu (karena Mama suka sekali dengan berbau musik dan seni jadi dari pada berisik ya di situ) ukuran kamarnya sama seperti kamar yang ada di ruang makan, tapi terhitung besar juga karena sekeluargaku bisa masuk ke situ. Di sebelahnya itu dapur, lalu Mushola, lalu kamar mandi besar dan di depan ruangan-ruangan itu ya semacam halaman buat menjemur baju (plus gudang plus kamar untuk haddamah (pembantu)). Di belakang itu, barulah ada kebun yang tumbuh pohon-pohon mangga tinggi (kalau panen mangga, bisa pesta fufufuf~ manis loh~) dan jadi tempat main ayam-ayam di situ. Aku sih enggak pernah masuk ke situ, soalnya ngeri juga.
Nah, waktu kecil, entah sekitar kelas empat apa lima SD, aku dan keluargaku kalau pulang ke rumah Mamah lebih suka tidur di kamar mama yang di belakang (selain kamar yang di ruang tengah di pake sama kakaknya mama, kamarnya mama lebih leluasa karena ga bakal ganggu yang lain). Sekitaran pukul sembilan, anak-anak kecil secara gak adil udah di suruh tidur, tapi anehnya sepupuku yang laki-laki yang namanya Fahri (waktu itu masih umur lima tahun apa berapa gitu lupa) malah asyik main di belakang dekat kebun tepatnya di depan kamar mandi besar. Waktu di panggil buat suruh tidur, Fahri malah marah-marah, dia bilang "Fahri baru ketemu temen Fahri kenapa di suruh tidur?" tapi faktanya, Fahri kelihatan sendirian di situ.
Tebak-tebak berhadiah.
Enggak sampai di situ, malemnya karena Cirebon itu panas luar biasa, aku suka tidur di deket jendela sekalian buat hindari gigitan nyamuk-nyamuk terkutuk. Tapi pada dasarnya aku ini orang yang sangat katro alias kampungan sama yang namanya AC (peace~) mau kayak apa pun suhunya kalau ga pake selimut tetep aja kedinginan. Jadilah malam-malam buta entah jam berapa, aku kebelet pengen pipis. Tapi karena jalanan ke kamar mandi itu jauh banget dan gelap dan ngeri dan anak kecil takut ini itu, jadilah aku cuma bisa gelundungan di kasur ga jelas. Coba-coba nahan pipis terus tau-tau tidur kek atau apa. Bodo amat deh ngompol atau apa, dari pada ke kamar mandi sendirian. Tapi ternyata nahan pipis itu susah akhirnya ya mau ga mau bangun buat pipis.
Pas bangun, aku ngerasa ada yang aneh, merinding ga jelas gitu dan pas nengok ke jendela, ada perempuan pakai baju putih rambutnya juga putih berdiri tegak ngeliatin terus mukanya marah gitu, kalau ga salah (udah lupa juga sih maaf) mukanya rusak, banyak merah-merah yang kayaknya itu darah atau apa dan beberapa saat setelahnya aku memutuskan untuk benar-benar gelundungan di kasur nyoba buat tidur, komat-kamit, sampai akhirnya tidur beneran.
Paginya aku cerita, tapi gak ada yang percaya.
Sejak itu aku ga pernah ke kamar mandi malem-malem lagi, kalau emang kebelet ya mending di tahan.
Dan aku enggak ngompol kok. Sumpah.
Label: curhat, Journal, Real World