Hujan punya cerita, termasuk cerita kesedihanku karena kehilanganmu.
Jumat, 31 Agustus 2012
@8/31/2012 10:12:00 PM
"Kami telah menentukan kematian di antara kamu dan Kami sekali-kali, tidak dapat dikalahkan
(Al Waaqi’ah : 60)"
Banyak kejadian yang aku—
kita—alami, ya?
Hai Dhika, apa kabar? Pasti sekarang dengan senyum ceria kau bilang kau baik-baik saja, tetap asyik seperti biasa. Mungkin dengan sedikit kalimat tambahan bahwa pundak kamu sekarang lega karena enggak harus bungkuk terus di depan komputer atau laptop; berkutat dengan segala macam tugas-tugas kuliahmu yang banyak itu. Tidak ada lagi yang namanya work-a-holic, tidak ada lagi yang tiap chatting marahin kamu suruh kamu makan saat ngeluh sakit perut, dan tidak ada lagi yang bilang ingin pulang. Sekarang, kamu udah pulang Dhika, kamu pulang ke rumah yang sebenarnya.
Hari ini Bandung di guyur hujan lumayan deras. Sebelumnya aku sempat bilang pada J, aku kangen hujan. Sudah lama Bandung enggak hujan—cuaca panas, bisa kau bayangkan?—dan tahu-tahu saja hujan turun dengan angin dingin menusuk-nusuk kulit. Aku senang; maksudku, aku senang karena hujan cuaca jadi sedikit lebih sejuk. Tapi ternyata hujan juga punya cerita, termasuk cerita kesedihanku—kami—karena kehilanganmu. Bandung, 16:28, Jumat 31 Agustus 2012, ditengah gemuruh hujan deras, kudapati berita dari Vina kamu sudah meninggal. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un.
Seminggu yang lalu kudengar berita kamu koma. Lima hari yang lalu kutulis cerita tentangmu.
Kini kau berpulang.
Waktu begitu cepat, ya?
Kau penasaran tidak dengan reaksiku saat mendengar tentang kabar itu? Well, aku yakin, kamu pasti menganggapku benar-benar seorang masokis seperti apa yang pernah kukatakan padamu dulu, tapi entahlah, mungkin sekarang kamu menganggapku gila, atau mengkasihani aku, atau merasa bersalah, atau apalah karena saat mendengar tentang semua ini, aku sempat tertawa. Ya. Tertawa. Padahal tidak ada yang lucu sama sekali.
Sore hari ketika hujan turun dengan sangat deras, aku dan J berteduh di sebuah warung bakso—Dhika, baksonya enak loh!—membicarakan tentang besok aku harus ke Jakarta untuk melakukan survey kecil-kecilan ke museum wayang, membicarakan tentang kegalauanku menentukan judul tugas akhirku. Sesuai janji Vina, apa pun yang terjadi padamu, beri kabar padaku dan Vina menepatinya. Handphone-ku berbunyi, dan pesan singkat itu langsung terbaca olehku. Tulisannya sangat singkat "kodel, dika meninggal" tanpa tedeng aling-aling. Reaksiku? Nyaris kubanting handphone itu, tapi yang kulakukan hanya menyodorkannya ke J, dan tubuhku bergetar. Aku menangis, tapi hanya terisak kecil. Dadaku nyeri tapi aku tidak tahu harus bagaimana. Kuhubungi Vina dan kutanyakan tentang dirimu, yang kudengar hanya isak tangis Vina, suara sesegukannya yang sangat sedih—sedangkan aku? Bahkan aku terdiam saat Vina menangis. Setelah selesai menelepon Vina, temanku tiba-tiba menelepon dan bertanya tentang TA. Luar biasa, suaraku benar-benar terdengar seolah tidak terjadi apa-apa, tidak sedih tidak pula bahagia. Lalu setelahnya, aku tertawa. Benar-benar tertawa. Lalu menangis lagi.
J sempat memarahiku ketika dia melihatku tertawa. Tidak, sebenarnya bukan marah, tapi hanya menegur dan mungkin dia heran kenapa aku tertawa. Aku pun tidak tahu—well, aku tahu, sebenarnya. Aku menertawakan diriku sendiri karena pada kenyataannya, di saat sahabatku menangis di ujung telepon sana, sesegukan, sedih mendalam sama sepertiku, aku justru terdiam bahkan bersikap tenang. Tapi aku tidak bisa berbohong padamu, tubuhku bergetar hebat mendengar kabar tentang kematianmu, dadaku sesak, nyeri, dan lemas ketika semua berita tentang kepulanganmu mendadak ramai dibicarakan. Sampai sekarang. Hei, kau pikir aku menulis ini dengan lancar? Hahaha, jelas tidak, aku mengetik semua ini dengan tangan gemetar.
Aku tidak tahu harus menulis apa lagi, padahal sepanjang perjalanan tadi pikiranku melayang kemana-mana.
Dhika, terima kasih buat semuanya. Makasih udah jadi temen baikku, sahabatku, kakakku, bagian dari keluarga kecilku. Makasih udah mau jadi orang yang mendengar segala macam keluh kesahku selama kita kenal, makasih udah mau berbagi kesulitan denganku, tentang segala macam keluhan-keluhanmu dan lain-lainnya. Makasih udah traktir aku pizza waktu itu, makasih buat chatting malam-malamnya, makasih buat segala macam hal-hal random lainnya, dan makasih buat semuanya yang aku gak bisa bilang satu-satu—antara lupa dan juga karena memang banyak.
"Wahai kiranya kematian itulah yang menyelesaikan segala sesuatu. (69:27)" adalah ayat Al-Quran yang kutuliskan untuk almarhum sahabatmu tanggal 27 Juli silam untukmu agar kamu kuat. Dan kini kugunakan lagi untuk diriku sendiri. Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila datang waktu kematiannya. Dan Allah pasti sayang sama Dhika, karena itulah, mungkin, kematian adalah cara yang terbaik buat Dhika biar ga terus-terusan sakit, biar keluarga dan orang-orang terdekat kamu gak terus-terusan sedih, atau sebagainya.
Dhika, maaf ya kalau selama ini aku sering bully Dhika, sering ngisengin Dhika, dan banyak kesalahan-kesalahanku sama Dhika baik yang ga disengaja atau pun enggak. Aku sayang sama Dhika, dan aku ikhlas. Aku yakin, kamu enggak mau aku atau Vina, atau Anna, atau Kira, atau Nanda, atau Otri sedih karena kehilangan kamu. Aku tahu, tapi sedih itu adalah hal wajar, tapi percayalah kami tidak akan larut dalam kesedihan terus-menerus. Dhika, jujur aku enggak tahu harus nulis apa lagi, dan sebenarnya aku masih nyesek loh. Tapi aku baik-baik saja, percayalah.
Bumi memanggil Jendral Faiszal Andhika Putra dan berpesan untuk memberi salam pada raja Langit di atas sana, semoga kamu bahagia. Delta kodel senantiasa mendoakanmu dari sini bersama pasukan-pasukan pengembara dunia lainnya. Semoga Allah menempatkanmu di tempat yang terbaik di sisi-Nya, menerima
segala amal ibadahmu, mengampuni segala dosa-dosamu, dan memberikan
ketabahan serta keikhlasan untuk keluarga, sanak saudara, teman,
kerabat, serta orang-orang yang ditinggalkan olehmu.Amin.
Amanatmu adalah menyerahkan Aoki Hayami padaku dan memintaku memberi kabar padamu.
Kupegang janji itu. Pasti.
Sayang Dhika selalu; selamanya.
Label: curhat, Dhika, Real World