<body>
“Kau sudah memilih jalanmu. Aku juga sudah memilih jalanku.”
Rabu, 21 Agustus 2013 @8/21/2013 01:09:00 PM




“Kau sudah memilih jalanmu. Aku juga sudah memilih jalanku.”
(Harry Potter and The Deathly Hallows) 

— ♪ —  



Halo, apakabar? Masih suka diam-diam membuka link blogku? Mungkin masih, tapi berani taruhan deh, pasti tidak sesering dulu dan pastinya ada sedikit rasa kecewa karena blog-ku sepi alias tidak lagi memposting tulisan-tulisan seaktif dulu, iya kan? Iya, sebut saja aku terlalu percaya diri sampai-sampai berani menulis seperti ini, hahahaha, tapi aku rasa sih, seperti itu. Siapa lagi sih yang aktif membuka blog-ku? Hello, aku tahu loh siapa-siapa saja yang sering membuka blog-ku. Tidak semua, tapi beberapa silent reader sih, aku tahulah. 

Harus menulis apa ya? Aku sendiri bingung. Hmmm. Begini. 

Pertama, terima kasih ucapan selamat kelulusannya, maaf juga ya enggak bisa menepati janji untuk lulus di bulan april kemarin, malah jadi lulus bulan july, ah tapi beda beberapa bulan doang kok, enggak jauh berbeda, malah sekalipun gagal, aku mendapatkan hal yang lebih baik—oh, aku percaya kalau kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Aku sudah memposting hasil karya Tugas Akhirku di facebook, entahlah kamu melihatnya atau tidak, aku hanya berusaha menepati janji yang lainnya (janji untuk lulus bulan april kan, tidak bisa aku tepati)—eh tapi, aku tetap lulus di tahun 2013 kok! 

Hmm, lalu yang kedua, mungkin sudah mau satu tahun kita tidak berbincang-bincang sefrontal dulu. Iya sih, dulu enggak frontal-frontal amat juga, tapi seenggaknya kan, halo? Siapa lagi yang bisa memanggil namamu seenakjidat? Sayang sekali, sekarang berbicara denganmu rasanya kikuk, entah kamu yang kikuk, atau aku yang canggung. Tapi menurutku sih, bukan aku. Aku masih memperlakukanmu sama seperti tahun-tahun yang lalu, tidak ada bedanya dengan aku punya pacar atau tidak. Sepenglihatanku, kamu begini dan aku begini karena aku punya pacar. Memang kenapa kalau aku punya pacar? Ah ya, mungkin karena tulisanku sebelumnya yang aku-ingin-di-lamar-dan-tidak-mau-pacaran-dulu-itu? Kau mungkin kesal karena aku malah—semacam menjilat kata-kata sendiri? Tapi ada alasan kenapa aku malah pacaran dan bertolak belakang dengan tulisanku waktu dulu. Sesungguhnya, aku merasa aku tidak menjilat ucapanku sendiri karena menurutku, yang namanya lamar-me-lamar kan, enggak seenak jidat ‘hai mau ga jadi istriku?’ seperti itu, kan? Daniswara menunjukkan cara yang jauh lebih meyakinkanku selain dengan kata-kata semata. Dan janji-janji bodoh tanpa penyangga. Tahu tidak? Aku banyak berubah sejak mengenal (lebih) Daniswara. Aku tidak seargoan dulu, tauk! Aku juga tidak selalu lebih dulu mementingkan urusanku lagi.

Daniswara banyak mengajariku, karena katanya, kalau yang namanya menikah, atau minimal melamar, harus ada yang diluruskan terlebih dahulu. Komitmen, sikap, sifat, sudut pandang, kepercayaan satu sama lain, keinginan yang sama, dan terutama adalah agama. Mungkin, kebanyakan orang bisa berkata hal itu dapat dipelajari dan diluruskan setelah menikah. Tapi menurutku tidak. karena apa? Yang namanya menikah berarti berjanji akan hidup selamanya bersama. Bayangkan kalau semua hal yang barusan aku sebut itu berbeda, kita tidak mengenal satu sama lain, akan sulit dilalui. Tapi ya, terserah sudut pandang orang masing-masing, sih. Tapi percaya deh, pada akhirnya, Insya Allah, Daniswara akan mendampingiku dan aku sama sekali tidak menjilat ucapanku sendiri—buktinya, post blog-ku itu tidak aku hapus, kok! Omong-omong. Kudengar, kamu akan menikah? Selamat ya! Aku akan datang insya Allah kalau sempat, hahahaha! Dan lagi-lagi aku berjanji, kalau kamu sudah menikah, aku akan menyusul menikah setelahmu. Entah kapan sih, tapi doakan saja. Anw, aku tidak terlalu suka sudut pandang orang yang ‘ah-itu-kan-cuma-alasan-salah-tetap-aja-salah’ seperti yang—uhuk—belakangan ini ramai dibicarakan di twitter. Karena, aku rasa, (mungkin) orang yang paling bijak dan terpercaya di muka bumi ini pun selalu bertanya perihal alasan yang lebih mendalam dan membuka pandangannya seluas mungkin terlebih dahulu, baru memutuskan mana/siapa/apa yang salah dan mana/siapa/apa yang benar. Yah, lagi-lagi, ini sih, sudut pandangku.

Lalu ketiga—apa ya. Aku merasa banyak yang berubah selama satu tahun ini. Banyak. Banget. Tapi ada yang bilang, terkadang semua pertemanan akan dipisahkan dengan pernikahan masing-masing. Dan kalau pun dipisahkan karena pernikahan, yakinlah tidak ada yang meninggalkan siapa/apa pun dan tidak ada yang ditinggalkan siapa/apa pun. Aku sih, mencoba percaya. Insya Allah. Karena seperti apa yang aku kutip di atas, “Kau sudah memilih jalanmu. Aku juga sudah memilih jalanku.” tidak ada yang harus dipaksakan, bukan? Nah. Sepertinya, jalan kita berpisah di sini ya? Aku sudah melunasi janji-janjiku padamu—kecuali yang terakhir, itu sih menunggu waktu, insya Allah—jadi tidak ada yang perlu merasa meninggalkan beban satu sama lain, kan? Aku hanya bisa berdoa semoga kamu bahagia dengan pilihan dan jalanmu, karena aku sangat-sangat-sangat bahagia dengan pilihan dan jalanku. 

Omong-omong, kesannya seperti aku menulis ini spesial untukmu dan kamu adalah orang spesial untukku ya? Aku tidak bermaksud seperti itu loh, karena ketika perpisahan harus aku lalui, aku akan menuliskan satu post khusus (bukan spesial!) pada orang akan pergi itu. Tidak percaya? Aku menulis soal Dhika tahun lalu, kok. Jadi, ya, begitulah :D 

Aku tidak menutup kemungkinan kita akan berbicara lagi. Jadi, hubungi aku kapan saja.

Label: , ,



+ Follow

▼▼▼
幸せはすぐそばにあります。
Happiness is just around the corner.
Previous // Next