07 Maret 2016
Sabtu, 05 Maret 2016
@3/05/2016 10:00:00 PM
"Kupikir, aku juga ingin punya hobi olahraga seperti kamu..."
Daniswara, yang sedang menikmati tempura sayur kesukaannya mendadak berhenti, menengadahkan kepalanya, menatapku dengan mata berbinar namun dengan tanda tanya tertera di wajahnya. Aku tersenyum simpul, menggulirkan mataku tak tentu arah. "Angin apa nih?" Tanya Daniswara--atau sebut saja dia J--akhirnya, tak kuasa membendung pertanyaannya.
Aku menghendikkan bahuku. "Yah, cari kegiatan baru? Rutinitas baru? Komunitas baru?" Berpikir sejenak "Selama ini, kamu punya hobi olahraga yang keren, Airsoft, dan setengah olahraga, lari-lari..." jeda sebentar "Aku juga... mmm, kepingin olahraga tapi yang enggak sekedar lari atau renang..."
J tersenyum. Lucunya, tempura sayur kesukaannya berhasil ia alihkan sementara hanya untuk ucapan anehku yang tiba-tiba. Mata cokelatnya menatapku lurus, teduh sekali melihatnya. Meski, yaaah, lama-lama aku merasa malu sehingga kupalingkan mukaku ke samping, mendadak memperhatikan dinding kayu yang nampak menarik dalam sekejap.
"Olahraga apa yang membuat kamu tertarik, Malika?"
Aku terdiam sebentar.
"Panahan dan berkuda."
"Mengikuti sunnah Rasulullah?"
"Sebenarnya bukan itu alasan utamanya, tapi kukira omonganmu barusan ada benarnya," aku cengengesan, merasa malu karena melupakan pelajaran di sekolah dulu. "Sebenarnya hanya karena... terlihat keren," tambahku. "Sewaktu aku ikut ke denkav beberapa saat lalu, pas kamu ada jadwal main airsoft disana, kebetulan lagi ada kelas berkuda dan melihat kegiatan itu,.... menurutku, hmm, itu keren. Well. Aku takut kuda, tapi semacam ada keinginan untuk menaklukkan rasa takut di pikiranku, dan hal itu menyuruhku untuk menaiki kuda dan bisa menungganginya."
"Wow, kupikir kalau kamu takut sesuatu, kamu pasti bakal membencinya seumur hidupmu. Seperti laba-laba dan balon?" Tanya J takjub.
Aku bergidik.
"Itu beda, itu kan ketakutan traumatik, karena ada sebab sebelumnya. Kalau kuda kan, aku hanya... kau tahu, dikerubuti kuda sewaktu kecil begitu kau membuka pintu mobil itu sama sekali tidak menyenangkan, tau." Sergahku cepat. "Jadi sebenarnya aku bukan takut! Hanya jijik." Aku terdiam agak lama, lalu menambahkan: "Lagi pula, aku belum pernah melihat kuda sebesar dan segagah di sini..."
J mengangguk. Senyum diwajahnya semakin lebar setelah mendengar penjelasanku. "Kupikir, kalau berkuda biayanya akan mahal... tapi kalau panahan, aku bisa coba cari tahu," katanya dengan nada meyakinkan. Aku langsung menatapnya dengan kedua mata yang berbinar-binar. "Tapi, kenapa kamu ingin panahan? Kenapa enggak airsoft aja? Biar sama? Gegara Katniss Everdeen, kah?"
Pertanyaan terakhir sebenarnya sukses membuatku berpikir agak lama. Kadang, sekedar jawaban 'tidak mau' sama sekali tidak menjawab dan tidak memberi kepastian meski memang itu jawabannya. Maka, dengan kedua alis saling bertautan, ku pikirkan dengan keras jawaban yang sekiranya bisa membuat J puas.
"Kupikir... mencoba hal yang baru, enggak ada salahnya..." J menatapku. "Jujur saja, aku tidak terlalu tertarik dengan Airsoft dan untukku, hal itu sudah 'tidak baru' karena akan ada kecenderungan 'ah, minta tolong ke J aja dia kan lebih ngerti' alias bergantung padamu. Beda dengan aku melukis dengan cat akrilik, aku akan getol duduk depan kanvas menekuni satu demi satu cara yang cocok untuk bisa kugunakan, menekuni warna demi warna yang sekiranya cocok dan sesuai dengan apa yang kugambar. Begitu juga dengan panahan, kupikir, panahan mewakili apa yang ku sebut dengan sesuatu yang baru..."
Aku terdiam, memandang J yang tampak termenung dengan omonganku yang panjang lebar, mencernanya sedikit demi sedikit seperti biasanya. Lalu, dengan hembusan nafas yang berat, dan ekspresi muka yang sedikit cemberut, aku berkata:
"Dulu, kamu awal-awal ikutan dan aktif airsoft kan, sama mantanmu. Ga ada salahnya kalau aku juga ingin ngalahin hal itu dengan ngajak kamu panahan. Sesuatu yang di mulai berdua. Aku dan kamu."
J tersenyum lembut, sedikit terkekeh, tapi tangannya yang besar mengelus punggung tanganku, menenangkan kecemburuanku yang sebenarnya tak beralasan. Tapi setidaknya kan, aku jujur!
"Oke, kalau gitu, sabtu depan, kita panahan, ya."
Reaksiku?
Mengangguk dengan semangat, tentu saja!
Biasanya, kalau J sudah semangat dan berjanji sesuatu hal, dia pasti akan memenuhinya dan membantuku untuk mengumpulkan nyawa plus semangat agar tidak sekedar wacana. Meski yah, dia harus sedikit usaha ekstra karena di akhir pekan, tingkat kemalasan Malika akan bertambah duapuluh persen dari biasa.
Label: curhat, daily life, J, love, Malika, Real World