<body>
My heart draws a dream
Rabu, 11 April 2012 @4/11/2012 02:03:00 AM




Kamu punya mimpi?

Aku punya, dan mimpiku sederhana—selalu sama dari sejak aku taman kanak-kanak atau mungkin sejak pertama kali aku mengenal imajinasi, selalu sama setiap kali ibuku bertanya tentang apa cita-citaku, akan menjadi apa atau seperti apa kalau aku besar nanti. Selalu sama pula setiap kali ayahku bertanya hal yang sama, atau kakak-kakakku, atau bahkan keluarga besarku.

Mimpiku sederhana : aku ingin jadi apa pun, aku ingin dilihat.

Kalau kamu?



-----------------

"This chest is drawing a dream, towards to anywhere,
fly high towards to the freedom"

----------------- 



"Kalian kembaran ya? Duh manisnya~ tapi yang adiknya jangan cemberut gitu dong, jelek."

"Kakaknya cantik ya? Adiknya enggak terlalu sih ya..."

"Coba ya, kamu tuh liat kakak kamu, rapi, bersih, ini kenapa kamar berantakan mulu—kamu tuh perempuan, mau jadi apa kalau jorok gitu. Kakak kamu yang laki-laki aja rapi, masa kamu yang cewek enggak? Kan malu kalau di liat sama orang!!"


Malika hanya menghela nafas begitu memorinya tiba-tiba berputar pada kenangan masa kecilnya dulu, padahal dia yang memang sedang duduk termangu di tempat tidurnya berniat untuk berimajinasi seputar tugasnya yang memang membutuhkan banyak inspirasi. Dia tengah membuka-buka buku catatannya, tapi dia lupa kalau dia adalah orang yang sering kali mengeluarkan keluh-kesahnya dengan tulisan, dan parahnya dia juga lupa, kalau tulisan yang berisikan keluhannya ada dimana-mana—termasuk buku catatan kuliahnya.

Kedua ujung bibirnya ditarik, membuat seulas senyum samar yang tergambar di raut wajahnya yang sendu, menunduk untuk kembali membaca sederet tulisan tentang komentar-komentar yang ditulisnya, yang disisipkan catatan bahwa 'aku bukan seperti apa yang kalian kira' dengan tinta merah. Semua tulisannya selalu diawali dan diakhiri dengan tanda kutip, menyatakan bahwa itu adalah kalimat orang yang dia dengar, yang entah langsung atau tidak adalah tentang dirinya.

Hampir kebanyakan mereka berkata, Malika harus seperti kakak perempuannya, Janneth.

Baginya, kakak perempuannya itu memang segalanya. Dia bisa melakukan apa pun—memasak, membantu orang tua dengan lihai, rajin, cerdas, tekun, dan selalu ceria. Sosok gadis yang didambakan setiap Ibu baik sebagai anak kandung atau calon menantu. Selalu bisa mengendalikan suasana dan menjadi seorang starter yang hebat. Aktifitas segudang, banyak di kenal orang, selalu di nilai baik, dan semacamnya. Tidak hanya Janneth, sebenarnya. Kakak laki-lakinya, Javier dan Mike juga sama, hanya takarannya yang berbeda dan karena mereka laki-laki, bandingannya tidak akan sebesar dia dan Janneth.

Malika tahu, Janneth luar biasa. Wajar, kalau ibunya terus membanggakan dia, dan meminta dirinya untuk seperti Janneth—setidaknya sebagian kecil, seperti menjadi anak rajin dan rapi. Tapi Malika tidak pernah bisa, tidak akan bisa karena dia bukan Janneth. Namun, entah kenapa, Ibunya selalu menuntut Malika untuk seperti Janneth selama tujuh belas tahun penuh, dari dia kecil, hingga menginjak masa Sekolah Menengah Atas.

Mulutnya terus bungkam setiap kali Ibu atau keluarga besarnya terus membandingkannya dengan Janneth. Sekali pun Janneth juga tidak berkomentar apa-apa, Malika tahu, kakak perempuannya itu juga sama enggannya seperti dia, tidak mau dibandingkan. Tapi mungkin Janneth lebih paham, ini adalah hukum alam, bukan kemauannya, dan dia tidak bisa berbuat apa-apa—tapi Malika, yang memiliki satu keunggulan dibandingkan Janneth mulai memutar otak.

Keunggulannya hanya satu : Memberontak.

Ketika kakinya hendak menginjak pendidikan Universitas, Malika memutuskan untuk mengambil fakultas seni rupa ketimbang fakultas kedokteran seperti apa yang dibanggakan kedua orang tuanya. Ujian saringan masuk universitas ternama di Bandung yang fakultas kedokterannya sudah sangat dikenal berhasil Malika raih—tapi kalau dia ambil, dia akan dibayang-bayangi oleh kalimat 'kan kakak-kakaknya juga di situ'. Malika gundah gulana. Masa depannya sebagai seorang dokter pastilah jauh lebih terang benderang ketimbang menjadi seorang seniman—tapi artinya, dia harus menambah sekian tahun lagi untuk dibandingkan, untuk di cap sebagai adik yang suka mengekor.

Dia tidak mau, tujuh belas tahun lamanya sudah terlalu muak baginya.

Dan akhirnya Malika mengambil fakultas seni rupa.

Malika tahu, orang tuanya sebenarnya kecewa, tapi juga bangga. Dari keempat anaknya, akhirnya si bungsu yang dikenal manja dan tidak bisa mandiri tiba-tiba memutuskan untuk mengambil universitas yang sama sekali tidak ada satu pun sanak keluarga di situ meski masih sama-sama domisili Bandung. Si bungsu yang dikenal selalu mengekor tahu-tahu berdiri sendiri di atas tanah yang tidak pernah dijangkau oleh sanak keluarganya. Si bungsu yang dikenal tidak pernah bisa mengambil keputusan sendiri tahu-tahu berkata dengan mantap, bahwa seni rupa adalah jalannya. Adalah pembuktian bahwa emosi Ibunya dulu sewaktu kecil yang terus menerus memarahinya karena kebiasaannya menggambar adalah sebuah kesalahan, adalah sebuah bukti bahwa gambar dapat dijadikannya sebagai salah satu mata pencaharian uang.

Empat tahun lamanya Malika berada di Universitas ini. Empat tahun lamanya Malika membuktikan bahwa sekali pun kesulitan yang dia hadapi luar biasa, sekali pun masih ada omongan-omongan yang nyelekit, dia bisa berdiri sendiri. Dan empat tahun lamanya pembuktian Malika benar adanya. Tapi ini masih empat tahun awal dari masa hidupnya—dan Malika tahu itu.

Janneth pernah berkata, dia bangga padanya. Javier pun demikian, Mike juga. Orang tuanya belum pernah berujar bangga sekali pun padanya, tapi Malika tahu, tanpa ucapan, mereka pasti merasakan itu. Ada sebuah pepatah yang sampai sekarang diyakini Malika bahwa itu benar adanya, yakni 'bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian'—ketika kau ingin membuahkan hasil yang bagus, maka perjuangan yang dilakukan juga harus setimpal.



-----------------

"My heart draws a dream"

-----------------



Kau punya mimpi? Aku punya.

Mimpi sederhana yang sebenarnya siapa pun bisa melakukannya, yang sebenarnya tidak ada kata spesial dalam mimpi yang dia simpan. Sebuah mimpi yang selalu di simpan di dalam hati, jauh di dalam hati, tidak ada yang tahu, bahkan tidak boleh ada yang tahu selain dirinya dan Tuhan. Seolah berjanji pada dirinya sendiri bahwa dia harus membuktikannya dengan nyata bukan hanya sekedar kalimat kosong belaka.

Mimpi yang sederhana: Aku ingin membuat kalian semua bahagia.

Label: , , ,



+ Follow

▼▼▼
幸せはすぐそばにあります。
Happiness is just around the corner.
Previous // Next