Orang aneh; Pulang; Istirahat.
Sabtu, 16 Februari 2013
@2/16/2013 01:09:00 AM
Butuh waktu sekitar satu hari penuh untuk membuat rasa kesalku hilang seratus persen. Bisa di bilang, ini memecahkan rekor terlama aku melepaskan keluh-kesahku. Maksudku, biasanya, kalau aku menemukan hal-hal yang membuatku tertarik, dalam sekejap rasa kesalku hilang. Atau minimal, aku lupa dengan rasa kesalku. Tapi belakangan ini, tepatnya sejak sebulan yang lalu—full selama sebulan, tekankan itu—aku kesulitan mengendalikan emosiku. Yah, sebenarnya sih dari dulu, aku memang bermasalah dalam urusan mengendalikan emosi, kadang sekejap aku bisa meledak-ledak marah sampai mengeluarkan caci-maki dan berbagai cerca. Dalam sekejap pula, aku bisa tertawa-tawa untuk hal yang sebenarnya tidak terlalu lucu, dan aku pun bisa menangis hebat untuk hal yang tidak terlalu sedih tapi kalau itu mampu menyentil perasaanku dan sukses membuatku terharu, ya aku akan menangis. Tapi kebanyakan orang bilang, aku orang yang aneh—bukan karena aku bisa meledak-ledak seperti itu, tapi karena aku orang yang terbuka tapi juga tertutup. Bingung? Aku juga. Tapi Reo berkata seperti itu. Sering. Otaknya memang sudah tidak waras.
Hari ini aku sengaja untuk pulang terlambat. Hujan masih rajin mengguyur kota Bandung dari siang sampai malam. Hujannya tidak terlalu besar, tidak dengan petir seperti kemarin-kemarin yang sungguh sangat cetar-membahana seperti kata artis Syahrini, tapi hujannya lumayan awet, yang bisa membuat kamu meringkuk di dalam selimut meski kamu sedang berada di ruangan tertutup sekali pun. Aku sebenarnya sedang banyak urusan, tapi untuk hal Daniswara—atau J biasa aku sebut—aku selalu berusaha meluangkan waktu, malah sesekali aku sengaja melupakan urusanku, biarlah aku kelabakan sesudahnya. Kali ini, aku pulang terlambat bukan karena Daniswara (ada sih, sedikit, tapi bukan karena itu juga), tapi karena Reo. Reo termasuk salah satu orang yang bilang aku ini aneh. Dan Reo juga termasuk salah seorang yang menyarankanku untuk melakukan hal-hal yang tidak biasanya aku lakukan untuk 'menyembuhkan'ku.
Reo bilang, 'coba gih, main-main sendiri, kali jadi waras' padaku sekitar seminggu yang lalu. Saat itu, aku hanya tertawa dan menyebutnya gila sekaligus mengomelinya dengan 'peraturan-tentang-malika-yang-tidak-boleh-di-langgar-seenak-jidat' tapi sekarang, mungkin aku akan menari gangnam style di depan coco sambil chatting dengan Reo untuk membuktikan bahwa sarannya itu—well, berguna. Hari ini aku pulang terlambat hanya untuk mengambil rute yang luar biasa jauh dari rumah, berputar-putar dan berganti angkot berkali-kali. Ludes sudah uangku saat itu. Tapi entah kenapa, aku senang. Ah, aku benar-benar harus menari gangnam style karena saran Reo luar biasa ampuh. Aku melihat banyak orang dari banyak tempat. Di tengah rintik hujan dan hiruk-pikuk sudut perkotaan Bandung yang tak aku pernah sempat aku lihat karena biasanya, kalau sudah jam malam, mataku fokus pada jalanan yang mengarah pada rumah dengan pikiran 'peraturan-tentang-malika-yang-tidak-boleh-di-langgar-seenak-jidat'. Malam ini, aku melihat bahwa; aku masih menemukan sebuah keluarga yang tidak terusik dengan kehadiran smartphone. Sebuah keluarga yang smart, dan point tambahan sederhana. Aku juga melihat sepasang sejoli yang masih menggunakan fasilitas trotoar dengan payung berwarna biru laut di Bandung—mereka berjalan berdua, sepayung berdua, ditengah-tengah kota yang bergelimang kendaraan roda empat atau dua. Dan di angkot, aku masih melihat ada orang tua yang mendengarkan celoteh anaknya dengan sabar di antara segelintir orang yang justru menyuruh anaknya diam ketika mereka ingin bercerita entah karena malu atau karena takut membuat penumpang lain merasa berisik. Aku melihat hal-hal yang tidak pernah lagi aku lihat belakangan ini, dan aku kangen.
Begitu aku pulang, aku kembali mendapati sebuah fakta dan realita yang biasanya aku lihat dengan mata kepalaku sendiri. Jangan tanya apakah itu hal yang positif atau negatif, aku sendiri tidak tahu. Aku tidak langsung menuju kamar, tapi aku berlalu menuju ruang kerjaku, melihat semua usahaku tak membuahkan hasil sama sekali. Bahasa kerennya, sia-sia. Dan saat aku sampai ke kamar, aku bercerita pada Reo dalam fitur Yahoo!Messenger tentang semua yang aku alami, dari saat matahari muncul di pagi hari, sampai kakiku menginjak kamar hari ini. Tidak dengan tarian gangnam style karena aku sama sekali tidak mengungkit soal saran Reo yang aku tepati. Hei, aku tidak licik, aku hanya mengendalikan situasi. Well, begitu disebutnya. Dan aku berkata pada Reo:
"Lo pernah ga, ngerasa enggak nyaman dalam satu keadaan, tempat, atau waktu secara bersamaan? Gue, setelah apa yang gue alami hari ini, gue merasa kayak gitu. Gue pengen pulang, pengen banget pulang yang padahal, lucunya, gue udah di rumah. Gue kangen sesuatu yang ga tau apa itu, gue pengen balik ke tempat yang kalau di tanya tempat apa itu, gue juga ga tau, yang jelas perasaan gue sekarang, gue pengen pulang, pengen banget pulang, Re."
Reo hanya menjawab singkat : "Lo makin aneh" lalu dia sign out.
Dan aku teringat Dhika.
Well, aku rasa aku ini bukan orang aneh. Aku hanya sedang frustasi dan depresi. Mungkin.
Label: Bandung, curhat, galau, Malika, Random, Real World, Reo