Thank you.
Sabtu, 07 Juli 2012
@7/07/2012 08:18:00 PM
Hai Matheo, apa kabar?
Sudah berapa lama ya sejak kejadian waktu itu? Aku
tidak ingat, terus terang saja, tapi kalau untuk urusan aku terus mengingatmu,
itu benar adanya. Mungkin sudah dua bulan, atau tiga bulan, atau empat atau
berapa, sebenarnya bukan itu yang mau kuutarakan hari ini kepadamu, bukan. Hari
ini, tujuh July duaribu duabelas, aku ingin berterima kasih kepadamu—oh,
sekedar informasi, kau tahu, hari ini adalah hari terburuk bagiku untuk tahun
ini. Semacam dewi fortuna tidak berpihak padaku—ah, ya ya ya, aku tahu, dewi
fortuna memang tidak pernah berpihak pada siapa-siapa, tapi entahlah rasanya
hari ini aku sama sekali tidak mendapatkan keberuntungannya.
Matheo, seperti yang sudah aku katakan sebelumnya,
hari ini adalah hari terburuk bagiku. Sejak kau tak lagi bersamaku, banyak
sekali orang yang datang kepadaku. Lelaki. Dengan tujuan silahturahmi. Aku
tahu, pada hakikatnya bukan itu yang mereka mau. Kau pernah bilang padaku,
laki-laki sekali pun ia baik hati, hasrat yang paling jujur baginya adalah
nafsu dan emosi. Kau memberiku peringatan secara tidak langsung agar aku bisa
berhati-hati, agar aku bisa menjaga diri. Dan aku melakukannya, aku berusaha
untuk menjaga diri dan hati, serta menjaga perasaan orang lain agar tidak
menjadi iri dan dengki. Aku berterima kasih kepadamu.
Matheo, seperti yang sudah aku katakan sebelumnya,
hari ini adalah hari terburuk bagiku. Sejak kau tak lagi bersamaku, aku tidak
tahu harus bagaimana ketika aku jatuh. Dulu, kau selalu mengulurkan bantuan
untuk menolongku, tapi kini kau pergi dariku. Kau berkata aku harus mandiri,
aku harus bisa berdiri sendiri. Dan begitu kau pergi, aku melakukan apa yang
kau suruh waktu itu. Ya, Matheo. Aku berdiri sendiri, dengan kedua kakiku, menatap
punggungmu yang semakin lama semakin jauh meninggalkanku. Dan aku berterima
kasih kepadamu.
Matheo, seperti yang sudah aku katakan sebelumnya,
hari ini adalah hari terburuk bagiku. Sejak kau tak lagi bersamaku, aku tak
tahu harus kepada siapa aku mengadu. Dulu, aku bergantung padamu, tapi dulu kau
juga bilang padaku untuk melupakan niat itu. Kau mengajarkanku bagaimana
menjadi orang yang sabar, yang selalu berpikir panjang dan tidak bertindak
sembarangan. Kau melakukan itu dengan cara berada di tempat yang jauh dariku,
menguji sejauh mana kesabaranku. Dengan cara itu, kini aku benar-benar menjadi
orang yang sabar dan pengertian, meski pun kini aku berjuang dengan ujian yang
lebih menyakitkan, yakni sebuah kenyataan kau tak lagi memberiku perhatian.
Tapi aku berterima kasih kepadamu, sungguh.
Matheo, seperti yang sudah aku katakan sebelumnya,
hari ini adalah hari terburuk bagiku. Sejak kau tak lagi bersamaku, aku tak
tahu harus kemana aku mengalihkan pikiran dan perhatianku. Dulu, aku selalu
memikirkanmu, tapi dulu kau juga bilang aku tak boleh seperti itu. Kau
mengajarkanku bagaimana cara berpikir yang baik, penuh dengan inspirasi dan
pandangan yang positif. Kau mengajarkanku bagaimana caranya berpikir dengan
bijaksana, yang bisa mengalihkan pandangan mata dan dunia. Tahukah kau cara itu
benar-benar mengubahku? Dengan cara itu, perhatianku benar-benar teralihkan
darimu. Aku benar-benar berterima kasih kepadamu.
Matheo, terima kasih.
Dewi fortuna mungkin tidak memberikan keberuntungannya
hari ini kepadaku, tapi dulu ia memberimu kepadaku, dan keberuntungan bertemu
denganmu masih melekat kepadaku meski kini kau jauh dariku. Mungkin aku memang
tidak bisa memberimu keberuntungan seperti apa yang kau berikan padaku, tapi
aku tidak tinggal diam, aku punya cara bagaimana bisa memberimu keberuntungan,
aku punya cara bagaimana agar dewi fortuna mau membalas kebaikanmu—Matheo, aku
ikhlas melepasmu.
Hari ini adalah hari terburukku, bukan?
Tapi tak apa, asal bisa membahagiakanmu dan membalas
budimu, aku senang.
Terima kasih Matheo. Terima kasih.
Label: Cerpen, curhat, Malika, Real World, Theo